Bisnis.com, JAKARTA — Lesunya pasar saham RI dalam beberapa waktu belakangan membuat investor mulai mengalihkan dananya ke instrumen investasi lain, salah satunya ke obligasi pemerintah.
Kepala Divisi Riset Pefindo, Suhindarto mengatakan bahwa kepemilikan obligasi pemerintah bertambah signifikan sejak awal 2025, apabila dibandingkan dengan tahun lalu.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI, kepemilikan obligasi pemerintah di pasar sekunder dari bank konvensional bertambah Rp99,85 triliun sejak awal tahun ini hingga 20 Maret 2025.
"Dibandingkan dengan akhir tahun lalu, ada penambahan kepemilikan [obligasi pemerintah] oleh bank konvensional. Sebagian karena operasi moneter dengan Bank Indonesia," katanya kepada Bisnis, Jumat (21/3/2025).
Dia menjelaskan bahwa untuk asuransi dan dana pensiun yang biasanya lebih konservatif dalam mengambil risiko, juga menambah kepemililikan di obligasi pemerintah sebanyak Rp35,30 triliun sejak awal tahun ini, hingga 20 Maret 2025.
Lebih lanjut, dia mengungkap bahwa asing juga menambah kepemilikannya di obligasi pemerintah sebanyak Rp23,87 triliun sejak awal tahun ini, hingga 20 Maret 2025.
Baca Juga
"Begitu juga dengan investor ritel atau individu, saya lihat mereka juga menambah kepemilikan mereka di pasar surat utang pemerintah," ujarnya.
Berdasarkan data yang dibagikan, investor individu menambah kepemilikan di obligasi pemerintah sebesar Rp23,55 triliun sejak awal tahun ini, hingga 20 Maret 2025.
Adapun dia melihat bahwa kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan aksesnya akan menjadi sentimen bagi pasar ke depan.
Selain itu, dia mengatakan bahwa beberapa faktor juga akan menjadi sentimen pasar ke depan, termasuk geopolitik eksternal yang masih perlu dicermati perkembangannya.
"Menurut saya, wacana perdamaian dan gencatan senjata baru-baru ini belum 100% selesai secara normal, tapi ini karena inisiasi dari AS, paksaan Trump, sehingga bisa saja menimbulkan risiko yang terpendam," ucapnya.
Dia menjelaskan bahwa kebijakan moneter AS, yakni ruang moneter The Fed akan sangat dipengaruhi oleh data-data terbaru terkait dengan inflasi dan tingkat pengangguran.
Suhindarto mengungkap bahwa The Fed akhirnya merilis proyeksi bahwa akan menurunkan suku bunga sebanyak dua kali pada tahun ini, dan ini lebih sedikit daripada perkiraan pada Desember lalu.
"Kebijakan moneter domestik, deflasi baru-baru ini, yang belum pernah terjadi dalam beberapa dekade terakhir, bahkan selama pandemi, akan menjadi titik kunci bagi arah kebijakan yang akan diambil oleh Bank Indonesia," tambahnya.
Sementara itu, dia mengatakan bahwa defisit fiskal domestik, dengan langkah efisiensi yang belum memberikan gambaran yang jelas tentang berapa yang bisa dihemat oleh pemerintah dan bagaimana cara untuk mencapainya, apabila tanpa langkah nyata, menurutnya hal itu hanya akan menjadi sentimen negatif bagi pasar.
Seperti diketahui, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan sepekan periode 17-21 Maret 2025 mengalami penurunan, hingga BEI sempat memberlakukan pembekuan perdagangan sementara alias trading halt sejak 2020 atau lima tahun silam.
Mengacu data di laman resmi BEI, IHSG ambles sebesar 3,95% menjadi berada pada level 6.258,17 pada akhir perdagangan Jumat (21/3/2025), dari posisi 6.515,63 pada penutupan perdagangan pekan sebelumnya.
Adapun, IHSG sempat ambles 6,12% ke level 6.076,08 pada sesi I perdagangan Selasa (18/3/2025). Hal itu memicu BEI melakukan pembekuan perdagangan sementara atau trading halt, pertama kalinya sejak 2020.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, BEI terakhir kali melakukan trading halt pada 10 September 2020. Saat pandemi Covid-19 itu, pasar saham mengalami volatilitas tinggi sehingga BEI melakukan tujuh kali trading halt sepanjang 2020.
Sekretaris Perusahaan BEI, Kautsar Primadi Nurahmad menyampaikan bahwa kondisi pasar saham saat ini mengakibatkan investor asing melakukan aksi jual bersih atau net sell senilai triliunan rupiah.
"Investor asing hari ini mencatatkan nilai jual bersih Rp2,35 triliun dan sepanjang tahun 2025 ini, investor asing mencatatkan nilai jual bersih Rp33,18 triliun," ujar Kautsar melalui laman BEI pada Jumat (21/3/2025).
Selain itu, penurunan turut dialami oleh kapitalisasi pasar Bursa, yaitu sebesar 3,68% menjadi Rp10.822 triliun pada Jumat (21/3) dari posisi Rp11.235 triliun pada sepekan sebelumnya.