Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Dibuka Melorot ke Level Rp16.405 per Dolar AS

Rupiah dibuka melemah ke posisi Rp16.405 per dolar AS pada perdagangan hari ini, Selasa (11/3/2025).
Karyawan menghitung uang dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Sabtu (7/9/2024)./JIBI/Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawan menghitung uang dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Sabtu (7/9/2024)./JIBI/Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Mata uang rupiah dibuka melemah ke posisi Rp16.405 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Selasa (11/3/2025). 

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka pada perdagangan dengan turun 0,23% atau 38 poin ke posisi Rp16.405 per dolar AS. Pada saat yang sama, indeks dolar terlihat melemah 0,25% ke posisi 103,692.

Sejumlah mata uang kawasan Asia lainnya bergerak variatif terhadap dolar AS. Yen Jepang menguat 0,32%, dolar Singapura menguat 0,13%, dan yuan China menguat 0,07%.

Sementara itu, mata uang lainnya yakni dolar Taiwan melemah sebesar 0,16%, peso Filipina melemah 0,06%, ringgit Malaysia melemah 0,32%, baht Thailand melemah 0,11%, won Korea melemah 0,05%, rupee India melemah 0,52%, dan dolar Hong Kong stagnan.

Pengamat Forex Ibrahim Assuaibi memprediksi bahwa mata uang rupiah pada hari ini, Selasa (11/3/2025) akan bergerak fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp16.350-Rp16.430 per dolar AS.

Dia mengatakan bahwa pada perdagangan kemarin, Senin (10/3/2025) mata uang rupiah ditutup melemah 72 poin ke level Rp16.367 setelah sebelumnya melemah 80 poin ke level Rp16.229. 

Ibrahim mengatakan bahwa investor kini berhati-hati di tengah kekhawatiran tarif Trump. Presiden Donald Trump meningkatkan ketegangan perdagangan dengan mengenakan tarif 25% pada barang-barang Kanada dan Meksiko, serta meningkatkan pungutan pada produk-produk China hingga 20%. 

Namun, Trump kemudian melunakkan pendiriannya, dengan menunda tarif selama 4 pekan pada sebagian besar barang-barang Meksiko dan Kanada, tetapi tetap teguh pada pendiriannya terhadap China.

Dia mengungkap bahwa Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick pada acara "Meet the Press" di NBC menyatakan bahwa Trump tetap teguh dalam menerapkan tekanan tarif pada Meksiko, Kanada, dan China karena penanganan mereka terhadap fentanil.

Sementara itu, Ibrahim mengatakan bahwa tekanan deflasi China meningkat pada Februari, karena harga konsumen dan produsen turun lebih dari yang diantisipasi di tengah belanja konsumen yang lemah. 

"Indeks harga konsumen (CPI) berkontraksi sebesar 0,7% tahun-ke-tahun, menandai penurunan pertama dalam 13 bulan dan melampaui ekspektasi ekonom sebesar 0,4%," katanya dalam riset.

Secara bersamaan, menurutnya indeks harga produsen (PPI) turun sebesar 2,2% tahun-ke-tahun, sedikit membaik dari penurunan 2,3% pada Januari, tetapi masih meleset dari perkiraan penurunan 2,0%.

Kemudian, dia menjelaskan bahwa tren deflasi tersebut muncul di tengah Kongres Rakyat Nasional (NPC) yang sedang berlangsung, ketika para pembuat kebijakan sedang mempertimbangkan strategi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Erta Darwati
Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper