Bisnis.com, JAKARTA – Pasar saham Indonesia menunjukkan tren penurunan, setidaknya dalam dua bulan awal 2025 ini. Kontras, pasar surat utang atau obligasi terpantau berkinerja moncer.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, Indeks harga saham gabungan (IHSG) mencatatkan pelemahan 11,43% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) atau sejak perdagangan perdana 2025 sampai 28 Februari 2025.
IHSG pun ditutup di level 6.270 pada perdagangan 28 Februari 2025. Level IHSG itu merupakan yang terendah dalam empat tahun terakhir, sejak 2021.
Kemudian, pasar saham Indonesia mencatatkan keluarnya dana asing dengan deras dalam dua bulan awal 2025. Tercatat, nilai jual bersih atau net sell asing sebesar Rp21,9 triliun ytd di pasar saham Indonesia.
"Sementara di pasar obligasi menguat," kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK pada Selasa (4/3/2025).
Indeks obligasi komposit Indonesia (ICBI) mencatatkan penguatan 1,92% ytd ke level 400,21 pada perdagangan 28 Februari 2025. Penguatan di pasar obligasi ini disebut beriringan dengan masuknya aliran modal masuk asing (foreign capital inflow) lewat beli bersih (net buy).
Baca Juga
Tercatat, nilai beli bersih atau net buy asing di surat berhara negara (SBN) mencapai Rp13,51 triliun dalam dua bulan awal 2025 .
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto menilai prospek pasar SUN ke depan masih cukup baik.
"Didorong oleh pendalaman pasar yang masih berlanjut. Dengan rutinnya penerbitan, edukasi masyarakat juga semakin mudah, karena ada produknya. Berbeda dengan apabila hanya sekadar teori," kata Ramdhan.
Di sisi lain, terdapat tantangan di investasi di obligasi pemerintah. Menurutnya, perubahan harga di pasar sekunder akan dipengaruhi kondisi ekonomi makro seperti tren suku bunga acuan.
Sementara itu, Kepala Divisi Riset Ekonomi PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Suhindarto mengatakan untuk pasar obligasi korporasi, saat ini terdapat peluang penguatan di tengah kondisi pasar saham yang lesu. Tren penerbitan obligasi korporasi pun diproyeksikan akan ramai.
"Kebutuhan refinancing diperkirakan masih tinggi seiring dengan nilai surat utang jatuh tempo yang masih besar," katanya pada beberapa waktu lalu.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.