Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penerbitan Surat Utang Korporasi Januari 2025 Capai Rp8,6 Triliun

Pefindo menyatakan bahwa penerbitan surat utang korporasi periode Januari 2025 sudah mencapai Rp8,6 triliun.
Pegawai mengamati pergerakan harga saham dan obligasi di Profindo Sekuritas, Jakarta, Kamis (5/9/2024)./JIBI/Bisnis/Himawan L Nugraha
Pegawai mengamati pergerakan harga saham dan obligasi di Profindo Sekuritas, Jakarta, Kamis (5/9/2024)./JIBI/Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menyatakan bahwa penerbitan surat utang korporasi periode Januari 2025 mencapai Rp8,6 triliun.

Pefindo mencatat penerbitan surat utang korporasi periode Januari 2025 tersebut naik dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp6 triliun.

Apabila dirinci, penerbitan surat utang korporasi periode Januari 2025 paling banyak berasal dari penerbitan obligasi korporasi sebesar Rp6,4 triliun dan sukuk mencapai Rp2,3 triliun.

Berdasarkan sektor, penerbitan surat utang korporasi Januari 2025 paling banyak dari sektor pulp dan kertas sebesar Rp3 triliun, lalu diikuti sektor pertambangan sebesar Rp2,5 triliun, dan sektor jasa kurir dan logistik sebesar Rp1 triliun, sedangkan untuk sektor lainnya masih di bawah Rp1 triliun.

Pefindo sendiri melakukan pemeringkatan pada 78,7% surat utang korporasi yang diterbitkan selama periode Januari 2025.

Berdasarkan proses pemeringkatan itu, terlihat bahwa tujuan penggunaan dana dari hasil penerbitan surat utang sebagian besar 36,4% untuk modal kerja dan 56,9% untuk refinancing.

Kepala Divisi Riset Ekonomi Pefindo, Suhindarto mengatakan penerbitan surat utang korporasi pada 2025 menghadapi sejumlah tantangan.

"Risiko geopolitik masih diperkirakan tinggi seiring dengan perang yang masih berlanjut, membuat pasar lebih volatil dan premi yang lebih besar," katanya saat Konferensi Pers Pefindo, Selasa (11/2/2025).

Selain itu, dia mengatakan bahwa tantangan lainnya dari potensi fluktuasi nilai tukar yang terjadi, seiring dengan kemungkinan pelonggaran moneter di AS yang lebih lambat dan terdivergensi dengan negara maju lainnya, akibat ekonomi yang masih kuat dan risiko inflasi yang lebih kaku.

Menurutnya, tantangan juga datang dari yield yang cenderung sulit untuk turun seiring dengan rencana penerbitan surat utang pemerintah yang akan lebih besar pada 2025.

"Persaingan dari instrumen substitusi seperti SRBI dan SUN, akan dapat membayangi dan membuat penyerapan penerbitan masih kurang maksimal," ujarnya.

Sementara itu, dia mengatakan tantangan lainnya dari investor utama yang cenderung menghindari peringkat tertentu atau BBB ke bawah, dan sektor tertentu, membuat risiko penerbitan dari peringkat dan sektor tersebut terbatasi.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Erta Darwati
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper