Bisnis.com, JAKARTA – Pemangkasan anggaran infrastruktur di era pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka diproyeksikan menjadi batu sandungan bagi emiten BUMN Karya dalam memacu kinerja pada 2025.
Pemerintahan Prabowo-Gibran diketahui menempuh langkah efisiensi anggaran, termasuk dengan memangkas porsi infrastruktur sebesar 34,4% dari yang dicanangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
Sementara itu, berdasarkan Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025, total nilai anggaran belanja yang akan dipangkas di seluruh kementerian dan lembaga (K/L) mencapai Rp256,1 triliun.
Salah satunya adalah anggaran Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang bakal dipangkas hingga Rp81 triliun dari total pagu sebesar Rp110,95 triliun.
Head Riset Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas memandang bahwa prospek kinerja emiten BUMN Karya tengah menghadapi tantangan yang cukup besar, terutama akibat pemangkasan anggaran infrastruktur oleh pemerintah.
Akibatnya, kata Sukarno, pasar memberikan respons negatif terhadap kebijakan tersebut yang tecermin dari tekanan harga saham emiten BUMN Karya.
Baca Juga
“Prospek kinerja emiten BUMN Karya sedikit kurang baik dan pasar masih merespons kurang bagus setelah adanya pemangkasan anggaran infrastruktur,” ujarnya saat dihubungi Bisnis pada Rabu (5/2/2025).
Melansir data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI) turun sebesar 13,11% dalam sebulan terakhir menuju Rp212 per saham.
Selama periode yang sama, saham PT PP (Persero) Tbk. (PTPP) melemah 11,30% ke level Rp314 per saham. Adapun, saham PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) terkoreksi 10,66% menjadi Rp218 per saham selama satu bulan terakhir.
Kendati demikian, Sukarno menilai bahwa masih ada beberapa faktor yang berpeluang menjadi sentimen positif bagi BUMN Karya ke depan.
Dia mengatakan jika pemulihan ekonomi berjalan baik, permintaan terhadap jasa konstruksi dapat meningkat. Di samping itu, kebijakan pemerintah yang mendukung, disebut dapat membantu mendorong peningkatan kinerja sektor konstruksi.
“Jika pemulihan ekonomi berjalan baik, maka permintaan jasa konstruksi bisa meningkat. Regulasi, efisiensi biaya, keberhasilan restrukturisasi utang, serta rencana konsolidasi juga bisa menjadi sentimen positif lainnya,” kata Sukarno.
Terkait rencana konsolidasi BUMN Karya, Analis Bahana Sekuritas Kevin Jonathan Panjaitan menuturkan langkah itu akan berdampak positif pada lanskap industri konstruksi. Sebab, upaya tersebut bertujuan mengurai masalah keuangan dan persaingan tak sehat yang selama ini terjadi di antara kontraktor pelat merah.
Konsolidasi PT Hutama Karya (Persero) dan Waskita, misalnya, bakal membentuk holding yang fokus pada pengembangan jalan tol. Lalu, ADHI, PT Brantas Abipraya (Persero), dan PT Nindya Karya (Persero) fokus di sektor infrastruktur air.
Sementara itu, PTPP dan WIKA berkonsentrasi pada pengembangan bandara, pelabuhan laut, serta proyek EPC (engineering, procurement, and construction).
“Menurut pemeriksaan kami, pembentukan holding Hutama Karya akan menjadi prioritas utama, diikuti oleh ADHI dan PTPP, karena studi pembentukan holding Hutama Karya telah memasuki tahap finalisasi,” ujar Kevin.
Di sisi lain, ADHI dinilai menjadi pihak paling diuntungkan dari rencana pembentukan holding. Pasalnya, perseroan bakal menjadi induk bagi Nindya Karya dan Brantas Abipraya yang memiliki neraca keuangan dan profitabilitas kuat.
Bahana Sekuritas lantas menyematkan rekomendasi beli untuk ADHI karena dinilai memiliki neraca keuangan yang lebih kuat dari BUMN Karya lainnya, dan peluang proyek baru seperti MRT. Target saham ADHI dipatok pada level Rp260 per saham.
___________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.