Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Waspadai Rembetan Tarif Impor Trump ke Rupiah dan Outflow Asing

Risiko primer Indonesia akan meningkat di pasar keuangan, didorong oleh tekanan mata uang akibat indeks dolar AS yang menguat dan sentimen risk-off
Presiden AS Donald Trump berpidato setelah pengambilan sumpah jabatan sebagai Presiden ke-47 AS di US Capitol, Washington, Amerika Serikat pada Senin (20/1/2025). / Pool via Reuters-Kenny Holston
Presiden AS Donald Trump berpidato setelah pengambilan sumpah jabatan sebagai Presiden ke-47 AS di US Capitol, Washington, Amerika Serikat pada Senin (20/1/2025). / Pool via Reuters-Kenny Holston

Bisnis.com, JAKARTA — Tim Analis BRI Danareksa Sekuritas mengungkap dua dampak yang dapat dirasakan oleh Indonesia akibat penerapan tarif impor oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap China, Meksiko, dan Kanada. 

Analis BRI Danareksa Sekuritas Helmy Kristanto dan Kefas Sidauruk menyampaikan pengumuman tarif impor Trump yang agresif diperkirakan berdampak signifikan terhadap pasar karena berimbas secara luas dan mendalam. 

Trump mengumumkan tarif impor sebesar 25% untuk barang-barang dari Kanada dan Meksiko, dan tambahan 10% untuk barang-barang dari China, yang akan mulai berlaku pada Selasa (4/2/2025) mendatang. 

“Risiko primer Indonesia akan meningkat di pasar keuangan, didorong oleh tekanan mata uang akibat indeks dolar AS yang menguat dan sentimen risk-off,” jelasnya dalam riset, Senin (3/2/2025).

Risiko nilai tukar, lanjutnya, terjadi sejalan dengan potensi penguatan indeks dolar AS (DXY) khususnya karena pelemahan dolar Kanada terhadap indeks tersebut. Ancaman tarif terhadap Uni Eropa juga memiliki dampak yang luas terhadap nilai tukar euro dan dan bobotnya terhadap keranjang indeks DXY. 

“DXY yang makin kuat dan pelemahan yuan China akan berujung pada depresiasi rupiah, membuat impor semakin mahal, meningkatnya risiko inflasi, dan menambah beban pembayaran utang eksternal Indonesia,” jelasnya. 

Adapun, risiko sentimen risk-off terjadi akibat tensi perdagangan dan tarif yang lebih tinggi. Faktor itu menyebabkan ketidakpastian di pasar global dan berimbas terhadap sentimen investor untuk melepas aset-aset berisiko. 

“Kondisi ini secara khusus berdampak negatif terhadap pasar negara berkembang seperti Indonesia, seiring dengan kecenderungan investor untuk menarik modal dari aset-aset yang lebih berisiko untuk beralih ke aset-aset safe haven,” paparnya. 

Lebih lanjut, risiko tersebut dapat mendorong aksi keluar modal investor asing (foreign outflows) yang dapat menekan nilai tukar rupiah dalam jangka pendek. 

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, investor asing membukukan jual bersih (net sell) Rp3,7 triliun di pasar saham sepanjang Januari 2025. Sementara itu, Kementerian Keuangan mencatat net inflow investor asing sebesar Rp4,03 triliun di instrumen surat berharga negara (SBN) per 30 Januari 2025 sehingga total kepemilikan nonresiden mencapai Rp879 triliun. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ana Noviani
Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper