Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah menguat ke level Rp16.223 per dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan Jumat (24/1/2025).
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah menguat 0,37% atau 60,5 poin ke level Rp16.223 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS hingga pukul 09.00 WIB, menguat 0,011% ke level 108,17.
Adapun, mata uang Asia lainnya dibuka bervariasi, yakni yen Jepang turun 0,17%, won Korea Selatan susut 0,12% dan dolar Singapura melemah 0,01%. Pelemahan mata uang lainnya turut diikuti rupee India sebesar 0,12%.
Sementara itu, dolar Hong Kong dan dolar Taiwan masing-masing menguat 0,06%. Selain itu, peso Filipina dan yuan China turut menguat masing-masing 0,25% dan 0,09%.
Penguatan mata uang lainnya turut terjadi untuk mata uang baht Thailand sebesar 0,15%.
Seperti diberitakan sebelumnya, dolar AS tetap stabil pekan ini setelah sempat turun ke posisi terendah dua pekan sebelumnya karena investor menunggu kejelasan rencana tarif yang akan diterapkan oleh Presiden Donald Trump.
Melansir Reuters, Kamis (23/1/2025), indeks dolar AS yang mengukur nilai tukar dolar terhadap sejumlah mata uang utama lainnya, naik tipis 0,01% menjadi 108,14 setelah sebelumnya turun ke 107,75, level terendah sejak 6 Januari 2025.
Sementara itu, euro melemah 0,08% ke US$1,0421, di tengah sinyal kuat bahwa Bank Sentral Eropa (ECB) akan memangkas suku bunga dalam pertemuan pekan depan.
Trump mengumumkan pada Selasa malam bahwa pemerintahannya tengah mempertimbangkan tarif 10% untuk barang impor dari China yang akan berlaku mulai 1 Februari.
Sebelumnya, ia juga menyebutkan rencana tarif hingga 25% untuk barang-barang dari Meksiko dan Kanada pada tanggal yang sama. Trump turut menjanjikan pengenaan tarif untuk barang-barang dari Eropa, meski tanpa memberikan detail lebih lanjut.
Pekan lalu, dolar AS mencapai level tertinggi dua tahun terhadap yen di level 110,17, didorong oleh ekspektasi tarif. Namun, kurangnya kejelasan kebijakan membuat tren tersebut mulai berbalik. Sepanjang pekan ini, dolar telah mengalami penurunan sekitar 1,2%.
"Pasar memang sudah siap untuk koreksi, dan absennya kejutan besar di hari pertama pengumuman tarif memicu aksi ambil untung," ujar kepala divisi valas global Jefferies Brad Bechtel.