Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gerak Wall Street Jelang Pelantikan Donald Trump

Bursa saham AS terpantau loyo pada jelang pelantikan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pekan depan.
Pialang berada di lantai Bursa Efek New York (NYSE) di New York, Amerika Serikat. Bloomberg/Michael Nagle
Pialang berada di lantai Bursa Efek New York (NYSE) di New York, Amerika Serikat. Bloomberg/Michael Nagle

Bisnis.com, JAKARTA - Bursa saham AS terpantau loyo pada perdagangan Kamis (16/1/2025) usai menguat sehari sebelumnya, jelang pelantikan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pekan depan.

Dilansir dari Reuters, Jumat (16/1/2025), indeks S&P 500 turun 12,57 poin atau 0,21% ke level 5.937,34, Nasdaq Composite turun 172,94 poin atau 0,89% ke 19.338,29 poin, dan Dow Jones Industrial Average melemah 68,42 poin atau 0,16% ke 43.153,13 poin.

Sementara, investor mulai mengamati laporan keuangan perusahaan terbaru dan mengukur data ekonomi untuk menentukan arah pemangkasan suku bunga The Fed.

Pengumuman inflasi meredakan kekhawatiran tentang tekanan harga baru dan laba bank yang kuat membantu tiga indeks utama AS mencatat kenaikan persentase satu hari terbesar sejak 6 November pada hari Rabu.

Namun, saham berfluktuasi antara kenaikan dan penurunan moderat setelah data ekonomi menunjukkan belanja konsumen tetap kuat. Sementara pasar tenaga kerja juga berada pada posisi yang solid, memberi The Fed ruang untuk mempertahankan perlambatan dalam pemangkasan suku bunga tahun ini.

Saham mengalami kesulitan menyusul reli pasca-pemilu AS, dengan S&P 500 melemah dalam empat dari lima minggu sebelumnya, tetapi saat ini sedang dalam laju kenaikan mingguan.

Resiliensi ekonomi, inflasi yang terus-menerus, dan komentar dari para pembuat kebijakan The Fed telah memicu kekhawatiran tentang bank sentral yang kurang agresif dalam memangkas suku bunga daripada yang diantisipasi sebelumnya.

Kekhawatiran terus berlanjut menyusul adanya potensi kebijakan tarif dari Presiden terpilih AS Donald Trump, yang dilantik pada Senin (20/1/2025). Kebijakan tersebut diperkirakan bakal makin memicu inflasi.

Scott Bessent, Menteri Keuangan pilihan Trump, mengatakan dolar harus tetap menjadi mata uang cadangan dunia dan The Fed harus tetap independen. Selain itu, dia bersiap menjatuhkan sanksi yang lebih keras pada sektor minyak Rusia, sambil memperingatkan tentang "bencana ekonomi" jika pemotongan pajak Trump pada 2017 berakhir akhir tahun ini.

Kepala Strategi Global Pitcairn, Rick Pitcairn menilai pasar bisa bernafas lega dan setidaknya dalam posisi yang sedikit lebih baik.

"Kita dapat melihat lebih banyak data dan beberapa pendapatan dan melihat bagaimana semuanya akan berubah," kata Pitcairn.

Di sisi lain, Morgan Stanley naik 4,03% setelah pemberi pinjaman tersebut mengatakan pendapatan meningkat pada kuartal IV/2024, didorong oleh gelombang transaksi. Sementara saham Bank of America, turun 0,98%. Bank terbesar kedua di negara itu memperkirakan pendapatan bunga yang lebih tinggi pada tahun 2025.

"Pendapatan bank telah kuat, dan itu adalah pendapatan penanda, dan sejauh Anda mengalami peningkatan kurva imbal hasil, Anda mendapatkan beberapa pendapatan kuat dari bank, mereka melihat ke depan dan tidak menurunkan angka mereka. Pasar telah mengambil sedikit keberanian dari itu," katanya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Reuters
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper