Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Saham Properti dan Bank Dibayangi Era Suku Bunga Tinggi

Era suku bunga tinggi diperkirakan akan terjadi pada waktu yang cukup lama (higher for longer), yang dapat berdampak negatif bagi sektor properti dan perbankan.
Pegawai beraktivitas di dekat layar pergerakan saham di gedung PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (23/10/2024). /JIBI/Bisnis/Himawan L Nugraha
Pegawai beraktivitas di dekat layar pergerakan saham di gedung PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (23/10/2024). /JIBI/Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Suku Bunga Bank Indonesia atau BI Rate diperkirakan masih akan berada pada level 6% pada akhir tahun ini. Tingkat suku bunga acuan yang bertahan di level tinggi diperkirakan berdampak negatif terhadap saham-saham sektor properti dan perbankan.

Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Martha Christina menjelaskan pihaknya melihat kemungkinan BI Rate untuk turun pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI besok agak kecil. Hal ini karena nilai tukar rupiah yang telah menembus level Rp16.000 per dolar AS. 

"Dengan nilai tukar rupiah yang sudah menembus Rp16.000 per dolar AS, kami lihat BI Rate tetap di level 6%," kata Martha, Selasa (17/12/2024).

 

Dia melanjutkan, setelah pengumuman RDG BI, maka setelahnya akan ada keputusan dari Bank Sentral AS atau Federal Reserve untuk pandangan mengenai ekonomi tahun depan dan suku bunga tahun depan. 

Menurutnya, hal tersebut akan cukup menentukan pergerakan pasar ke depannya. Di sisi lain, lanjut Martha, pasar memperkirakan akan terjadi pemangkasan sebesar 25 basis poin untuk Fed Rate pada akhir tahun ini. 

"Jadi kalau untuk BI Rate, pengaruhnya tidak akan terlalu banyak signifikan ke market," ujarnya.

Adapun untuk tahun depan, Martha menyebut Ekonom Mirae Asset Sekuritas memperkirakan hanya ada satu kali penurunan dari BI Rate. Dengan demikian, era suku bunga tinggi akan menjadi lebih panjang atau higher for longer. 

Mirae Asset Skeuritas memperkirakan pada tahun depan BI Rate akan berada pada level 5,5%-5,75%. 

"Jadi justru akan lebih banyak efek negatifnya untuk suku bunga bagi sektor properti, dan perbankan, karena likuiditasnya berpotensi ketat," ujarnya. 

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper