Bisnis.com, JAKARTA — Mata uang rupiah dibuka melemah ke posisi Rp15.904 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Senin (2/12/2024).
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka pada perdagangan dengan turun 0,36% atau 56,5 poin ke posisi Rp15.904 per dolar AS. Pada saat yang sama, indeks dolar AS terpantau menguat 0,45% ke posisi 106,310.
Sejumlah mata uang kawasan Asia lainnya bergerak melemah terhadap dolar AS. Yen Jepang melemah 0,59%, yuan China melemah 0,20%, Singapura melemah sebesar 0,41%, won Korea melemah 0,33%, baht Thailand melemah 0,61%, ringgit Malaysia melemah 0,36%, peso Filipina melemah 0,29%, dolar Taiwan melemah sebesar 0,14%, dan dolar Hong Kong melemah 0,01%. Lalu, rupee India stagnan 0,00%.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi sebelumnya memprediksi bahwa hari ini (2/12), mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif tetapi berpotensi ditutup menguat di rentang Rp15.750-Rp15.850 per dolar AS.
Adapun pada perdagangan akhir pekan lalu (29/11) mata uang rupiah ditutup menguat 24 poin sebelumnya sempat menguat 30 poin di level Rp15.847,5 dari penutupan sebelumnya di level Rp15,871,5.
Ibrahim mengatakan bahwa taruhan atas pemangkasan suku bunga Desember terus berlanjut meskipun data terbaru menunjukkan ketahanan inflasi AS, sementara pejabat Fed mendukung pelonggaran suku bunga secara bertahap. Namun, prospek jangka panjang untuk suku bunga AS tidak pasti, mengingat inflasi masih jauh di atas target The Fed sebesar 2%.
Dia menyatakan bahwa kebijakan ekspansif di bawah Donald Trump juga diharapkan akan mendukung inflasi dan suku bunga. Sejumlah pejabat Fed, termasuk Ketua Jerome Powell, akan memberikan pidato sebelum keputusan suku bunga pada Desember ini.
Selain itu, sentimen juga datang dari global dengan Rusia melancarkan serangan besar kedua terhadap infrastruktur energi Ukraina pada pekan lalu, karena Moskow meningkatkan serangannya terhadap Ukraina atas penggunaan senjata buatan Barat oleh Kyiv. Presiden Vladimir Putin mengancam akan menggunakan rudal balistik baru untuk menyerang pusat-pusat pengambilan keputusan di Ibu Kota Ukraina.
Ibrahim menambahkan pasar China mengalami sedikit kelegaan menyusul laporan bahwa AS mungkin mengenakan sanksi yang tidak terlalu berat pada industri semikonduktor China dibandingkan dengan proposal sebelumnya. Hal ini muncul saat Beijing mengeluarkan serangkaian langkah stimulus dalam beberapa bulan terakhir.
Dari dalam negeri, dia mengungkap bahwa masyarakat mengingatkan agar pemerintah berhati-hati membuat regulasi terkait kenaikan pajak sebesar 12% karena kondisi ekonomi global saat ini sedang tidak baik-baik saja, sehingga akan berpengaruh terhadap penurunan daya beli masyarakat.
Menurutnya, memang pemerintah menerapkan tarif pajak sebesar 12% sesuai dengan amanat Undang-Undang yang sudah di setujui oleh DPR RI dan disahkan oleh pemerintah, namun salah satu permasalahan dalam perpajakan adalah masih rendahnya tax ratio Indonesia dibandingkan negara G20 serta beberapa negara di Asean.
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan, menyatakan bahwa rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% kemungkinan besar akan ditunda. Penundaan tersebut dilakukan untuk memberi ruang bagi pemerintah dalam menyediakan stimulus berupa subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Menurutnya, subsidi akan diberikan dalam bentuk bantuan sosial (bansos) berupa subsidi listrik. Kebijakan ini dipilih untuk menghindari risiko penyalahgunaan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT). Anggaran pemerintah cukup untuk mendanai subsidi tersebut, walaupun kebijakan ini masih dalam tahap usulan dan perancangan.
Selain itu, Ibrahim mengatakan bahwa penerimaan pajak nasional berada dalam kondisi baik, sehingga terdapat dana yang memadai untuk mendukung program stimulus tersebut.