Bisnis.com, JAKARTA — Tren penawaran umum perdana saham ke publik (initial public offering/IPO) di pasar modal Asia Tenggara di sepanjang tahun berjalan terpantau lesu. Namun, tren IPO diproyeksikan lebih bergairah pada 2025.
Dalam laporan Deloitte pada periode 10,5 bulan pertama 2024, tercatat ada 122 aksi IPO di pasar modal Asia Tenggara dengan nilai emisi mencapai US$3 miliar. Di dalamnya, hanya ada satu perusahaan yang berhasil mengumpulkan modal lebih dari US$500 juta lewat IPO.
Baca Juga : Ini Manfaat Jadi Perusahaan Tercatat Lewat IPO |
---|
Nilai modal yang dihimpun dari IPO tahun ini menjadi yang terendah dalam sembilan tahun terakhir. Pada 2023, terdapat 163 IPO dengan nilai mencapai US$5,8 miliar.
Adapun, bursa saham yang paling ramai di Asia Tenggara tahun ini adalah Malaysia. Bursa di Malaysia mencatatkan 46 IPO pada 2024, tertinggi sejak 2006, juga naik dari 32 IPO sepanjang 2023. Total dana yang terkumpul melalui IPO di Bursa Malaysia mencapai US$1,5 miliar.
Sementara, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat penurunan IPO yang signifikan sejauh ini dengan 39 IPO dan nilai pendanaan mencapai US$368 juta. Pada 2023, di pasar saham Indonesia terdapat 79 IPO dengan dana terkumpul US$3,6 miliar.
Dari sisi sektor, tercatat sektor konsumen serta energi dan sumber daya menjadi sektor teratas yang mencatatkan IPO.
Deloitte mengatakan tahun ini terjadi ketidakpastian ekonomi global yang diperparah oleh pergeseran politik signifikan. Alhasil, kondisi tersebut telah menciptakan tantangan bagi pasar modal di seluruh dunia.
Accounting & Reporting Assurance Leader Deloitte Southeast Asia Hwee Ling mengatakan pasar IPO Asia Tenggara menghadapi tantangan regional yang signifikan pada 2024. Tantangan muncul misalnya dari fluktuasi mata uang, perbedaan peraturan di berbagai pasar, dan ketegangan geopolitik.
"Suku bunga tinggi di seluruh ekonomi Asean juga semakin membatasi pinjaman perusahaan, sehingga melemahkan aktivitas IPO karena perusahaan memilih untuk menunda pencatatan publik," ujarnya dalam keterangan tertulis pada Selasa (19/11/2024).
Selain itu, volatilitas pasar di antara mitra dagang utama memengaruhi kepercayaan investor. Akan tetapi, Hwee Ling menilai pasar IPO di Asia Tenggara akan mulai bergeliat pada 2025.
"Penurunan suku bunga yang diharapkan bersamaan dengan meredanya inflasi dapat menciptakan lingkungan yang lebih menguntungkan bagi IPO di tahun-tahun mendatang," katanya.
Basis konsumen Asia Tenggara yang kuat, kelas menengah yang berkembang, dan kepentingan strategis di sektor-sektor seperti real estate, kesehatan, dan energi terbarukan juga disebut tetap menarik bagi investor.
"Karena investasi asing akan terus mengalir ke kawasan tersebut, 2025 siap menjadi tahun aktivitas IPO yang diperbarui di seluruh Asia Tenggara," tutur Hwee Ling.