Bisnis.com, JAKARTA — Emiten sawit Grup Triputra, PT Triputra Agro Persada Tbk. (TAPG) mencetak peningkatan laba bersih hingga kuartal III/2024 menjadi sebesar Rp1,61 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan per 30 September 2024 yang dipublikasikan Kamis (24/10/2024), TAPG tercatat membukukan pendapatan sebesar Rp6,24 triliun hingga kuartal III/2024. Pendapatan ini naik 3,37% dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp6,03 triliun.
Berdasarkan produknya, pendapatan tersebut dikontribusikan oleh produk kelapa sawit dan turunannya sebesar Rp6,22 triliun, dan produk karet dan turunannya senilai Rp22,06 miliar.
Sementara itu, berdasarkan pelanggannya, pendapatan TAPG diperoleh dari PT Sinar Alam Permai senilai Rp1,6 triliun, PT Kutai Refinery Nusantara sebesar Rp1,52 triliun, dan dari PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk. (SMAR) senilai Rp811,9 miliar.
Hingga 9 bulan 2024, TAPG mencatatkan beban pokok penjualan sebesar Rp4,23 triliun. Beban pokok penjualan ini turun 6,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp4,53 triliun.
Turunnya beban pokok penjualan ini membuat laba bruto TAPG meningkat 33,2% secara tahunan menjadi Rp2 triliun. Capaian ini naik dibandingkan dengan akhir kuartal III/2023 yang sebesar Rp1,5 triliun.
Alhasil, laba bersih TAPG juga ikut meningkat menjadi Rp1,61 triliun hingga akhir September 2024. Laba bersih ini naik 46,58% dibandingkan dengan akhir September 2023 sebesar Rp1,1 triliun.
Laba per saham TAPG pun ikut meningkat di periode ini menjadi Rp81 per saham, dari sebelumnya Rp56 per saham pada kuartal III/2023.
Sementara itu, hingga akhir September 2024 TAPG mencatatkan total aset senilai Rp14,08 triliun. Jumlah aset ini naik dari akhir Desember 2023 yang sebesar Rp13,86 triliun.
Hingga 30 September 2024, total liabilitas TAPG sebesar Rp2,94 triliun dan total ekuitas Triputra Agro tercatat Rp11,13 triliun.
Sebelumnya, Corporate Secretary Triputra Agro Persada Joni Tjeng menjelaskan kondisi yang lebih basah akibat La Nina diperkirakan akan meningkatkan produksi TBS perseroan di masa yang akan datang. Meski demikian, La Nina diperkirakan akan sedikit menekan oil extraction rate (OER) CPO akibat proses polinasi atau penyerbukan yang terganggu.
Joni melanjutkan TAPG telah menyiapkan antisipasi mengenai La Nina ini. Dia menyebut, TAPG masih berfokus pada dua hal utama pada 2024.
Fokus pertama adalah optimalisasi hasil produksi melalui program Good Agronomy Practices. Adapun, fokus kedua adalah optimalisasi infrastruktur pendukung untuk memaksimalkan produksi dan pengiriman dalam segala kondisi iklim.
"Tantangan utama pada sisa tahun 2024 adalah curah hujan yang diperkirakan akan meningkat signifikan akibat La Nina yang akan menerpa Indonesia dan Malaysia," ucapnya, Jumat (20/9/2024).