Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Adopsi Kripto Tinggi, Cuan Bersemi

Indonesia menjadi negara dengan cuan kripto tertinggi di Asia, mengalahkan India. Salah satu penyebabnya karena adopsi penggunaan kripto yang tinggi.
Warga beraktivitas di dekat logo Bitcoin di Jakarta, Selasa (15/10/2024). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Warga beraktivitas di dekat logo Bitcoin di Jakarta, Selasa (15/10/2024). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA - Riset membuktikan investor kripto di Indonesia tergolong berani dan terbuka terhadap berbagai teknologi blockchain yang mencuat ke permukaan. Adopsi tinggi terbukti membawa cuan maksimal yang ditopang strategi diversifikasi. 

Hanya saja, jangan sampai kecenderungan sikap berani ini lantas menimbulkan kenekatan semata, sehingga mendorong aksi berinvestasi secara sembarangan.

Berdasarkan riset Chainalysis: 2024 Geography of Cryptocurrency Report, Indonesia termasuk negara dengan tingkat adopsi kripto tertinggi di dunia, tepatnya menduduki peringkat ke-3 setelah India dan Nigeria. 

Dalam riset itu, Indonesia naik peringkat dari sebelumnya di posisi ke-7 pada periode 2022-2023, didorong keterbukaan dan antusiasme tinggi terhadap berbagai perkembangan teknologi baru, salah satunya soal decentralized finance (DeFi). Indonesia menduduki peringkat 1 dalam semua indikator nilai terkait DeFi.

Chainalysis pun membuktikan bahwa Indonesia menjadi negara dengan nilai nominal investasi kripto paling cuan di kawasan Asia Tengah, Selatan, dan Oseania (CSAO) dengan US$157,1 miliar periode Juli 2023 sampai Juni 2024. Adapun, India justru ada di peringkat ke-2, kemudian disusul Vietnam, Australia, dan Thailand.

General Counsel PT Pintu Kemana Saja (Pintu) Malikulkusno Utomo menjelaskan fenomena ini menjadi gambaran bahwa komitmen edukasi dari para penyedia layanan jual-beli kripto merupakan kunci demi menjaga iklim investasi terus berjalan dengan baik dan juga aman. 

"Strategi yang kami tempuh sebagai pelaku pasar yang paling utama adalah edukasi melalui berbagai kanal, untuk analisis pasar kripto dan teknologi blockchain, juga kanal untuk informasi up-to-date kepada masyarakat mengenai apa saja yang tengah terjadi di industri kripto secara global," jelasnya kepada Bisnis. 

Strategi edukasi pun berjalan beriringan dengan strategi selanjutnya, yaitu penyediaan platform investasi yang lengkap dan mudah.

"Karena blockchain merupakan kombinasi teknologi seperti algoritma matematis, kriptografi, dan enkripsi-dekripsi yang membentuk sistem distributed ledger yang kita kenal sekarang. Dalam operasionalnya, blockchain terdiri dari beberapa lapisan dengan fungsi berbeda-beda, yang dikenal sebagai blockchain layer," tambahnya.

Lembaga Edukasi Kripto Pintu Academy menerangkan bahwa sistem layer dalam blockchain bertujuan untuk menjaga desentralisasi, kecepatan, dan keamanan jaringan. Dengan memahami struktur dan fungsi layer, harapannya investor akan lebih mudah memahami bagaimana blockchain bekerja dan bisa menerapkan strategi investasi terdiversifikasi dengan optimal.

Sebagai contoh, berdasarkan fungsinya, istilah layer digunakan untuk memisahkan blockchain dari Layer 0, Layer 1, Layer 2, dan Layer 3. 

Layer 0 adalah pondasi teknologi alias platform dasar yang memungkinkan blockchain lain dibangun di atasnya. Contoh, Polkadot dan Cosmos, keduanya memiliki token tersendiri, yaitu Polkadot (DOT) dan Cosmos (ATOM), namun juga memungkinkan suatu pengembang membuat aplikasi dan blockchain tersendiri di atas jaringan itu.

Sementara itu, Layer 1 adalah blockchain mandiri seperti Bitcoin dan Ethereum yang beroperasi dengan sistem desentralisasi. Biasanya investor berinvestasi terhadap token dalam layer ini, contohnya ke Bitcoin (BTC) dan Ether (ETH), untuk mendapatkan keuntungan atas kenaikan harga karena prospek masa depannya sebagai aset berharga. 

Selanjutnya, teknologi Layer 2, seperti Polygon dan Arbitrum merupakan blockchain yang dibangun di atas Layer 1 untuk meningkatkan skalabilitas dan mengurangi biaya transaksi. Biasanya, semakin kuat adopsi jaringan ini, semakin kuat pula sebagai kunci yang membuat investor tertarik berinvestasi.

Sebagai contoh, saat ini, token Layer 2 dengan kapitalisasi pasar paling tinggi adalah Immutable (IMX). Di mana merupakan Layer 2 peningkatan skala jaringan Ethereum yang berfokus memperlancar transaksi terkait non-fungible token (NFT).

Contoh lain, Polygon diluncurkan untuk mendukung konektivitas dan pengembangan berbagai jenis kontrak pintar yang kompatibel dengan jaringan Ethereum, sehingga semakin ramah dari sisi interoperabilitas dan kecepatan.

Arbitrum pun punya visi yang sama, lewat solusi memindahkan komputasi kompleks ke rantai sekunder dari jaringan Ethereum utama, seperti soal detail transaksi atau penyimpanan data, sehingga kecepatan proses transaksi lebih tinggi.

Terakhir, Layer 3 mencakup aplikasi terdesentralisasi yang beroperasi di atas Layer 1 atau Layer 2, seperti UniSwap dan Aave. Potensi cuan dari pemanfaatan Layer 3 yang paling populer adalah dengan ikut terlibat dalam aktivitas DeFi. 

Contoh, dengan menjadi penyedia likuiditas di bursa desentralisasi (DEX), seperti Uniswap atau PancakeSwap, investor bisa mendapatkan sebagian fee atas aktivitas transaksi di platform terkait, serta mendapatkan imbalan token UNI atau CAKE.

Ada lagi contoh penggunaan lain, seperti di platform pinjam-meminjam berbasis jaringan Ethereum seperti Aave dan Compound, memungkinkan investor mendapatkan imbal hasil atas aktivitas menaruh asetnya dalam kolam likuiditas untuk dipinjamkan. Konsepnya mirip-mirip seperti mendapatkan bunga saat menaruh uang di instrumen deposito perbankan.

Sementara itu, berdasarkan lima lapisan utama dalam arsitektur blockchain, layer dikenal pula sebagai lapisan yang berperan penting untuk memastikan jaringan blockchain beroperasi secara efisien. 

Pertama, infrastruktur dan perangkat keras mengoperasikan jaringan, seperti node yang terhubung secara desentralisasi. Kedua, lapisan data menyimpan informasi transaksi dan blok yang diverifikasi melalui tanda tangan digital.

Ketiga, lapisan jaringan memungkinkan komunikasi antara node. Sementara itu, lapisan konsensus bertanggung jawab atas validasi blok baru. Terakhir, lapisan aplikasi mencakup protokol dan teknologi yang langsung berinteraksi dengan pengguna, seperti smart contract.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper