Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto mengaku siap merombak total Kementerian BUMN pada awal 2025. Salah satu rumor yang bergulir adalah penghapusan struktur kementerian menjadi badan atau super holding.
Kesiapan pemerintahan baru untuk merombak Kementerian BUMN disampaikan oleh Dewan Penasihat Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Burhanuddin Abdullah, dalam acara UOB Economic Outlook 2025 pada Rabu (25/9/2024).
Burhanuddin menyampaikan pemerintahan Prabowo - Gibran siap mentransformasikan Kementerian BUMN mulai Januari 2025. Langkah tersebu dilakukan untuk memperbaiki kontribusi perusahaan pelat merah kepada negara.
Pasalnya, dengan aset sekitar US$1 triliun, sumbangsih BUMN kepada negara masih dirasa kurang. Hingga akhir 2023, total aset portofolio BUMN mencapai Rp10.401,50 triliun, sementara liabilitas sebesar Rp6.957,43 triliun dan ekuitas Rp3.444,07 triliun.
“Memang harus kami perbaiki, sehingga harus ada transformasi. Transformasi bisnis, transformasi kultural, dan transformasi manajemen. Jadi, itu yang nanti barangkali kami akan lakukan sejak Januari 2025,” ucap Burhanuddin Abdullah.
Terpisah, Toto Pranoto, Associate Director BUMN Research Group Lembaga Management Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (UI), mengatakan bahwa rencana perombakan struktur Kementerian BUMN menjadi sebuah badan bukanlah ide baru.
Baca Juga
Dia menuturkan ide tersebut sudah dicetuskan oleh Menteri BUMN pertama, Tanri Abeng. Namun, konsep ini terhenti di tengah jalan seiring Tanri Abeng yang purnatugas.
Ide terkait perombakan Kementerian BUMN kemudian kembali hidup sekitar 2 tahun lalu. Toto kala itu terlibat dalam hearing atau dengar pendapat umum di Komisi VI DPR RI, yang membahas amandemen Undang-undang BUMN No 19/2003.
Dalam agenda tersebut, ada pembahasan mengenai pasal yang ingin membentuk kembali Kementerian BUMN/Badan Pengelola BUMN. Ide yang sejatinya telah digulirkan Tanri Abeng dalam peta jalan Kementerian BUMN 2000 – 2015.
“Di eranya Presiden Prabowo mungkin melihat eksekusi di tangan kementerian kelincahannya kurang karena bagian dari birokrasi, dibandingkan kalau di bawah badan. Badan kan berarti bertanggung jawab kepada presiden langsung,” ujarnya, Kamis (26/9/2024).
Dia menuturkan bahwa pembentukan badan untuk menggantikan struktur kementerian ibarat mempersiapkan super holding, dengan fungsi sebagai eksekutif yang nantinya mengelola perusahaan-perusahaan pelat merah di Indonesia.
Konsep tersebut, kata Toto, serupa dengan super holding milik pemerintah Malaysia dan Singapura, yang masing-masing bernama Khazanah dan Temasek.
“Temasek lebih banyak sebagai pengelola portofolio, investor. Mereka akan hold perusahaan yang dianggap prospektif dan lepas portofolio yang nilainya menurun. Khazanah lebih mirip, karena BUMN dibagi dua, ada yang fungsinya komersial diarahkan untuk menciptakan profit, dan ada yang strategis untuk menjaga kepentingan publik,” ucapnya.
Oleh karena itu, dia memandang rencana pemerintahan Prabowo – Gibran untuk merombak Kementerian BUMN memiliki tujuan mempercepat proses penciptaan nilai, sekaligus meningkatkan daya saing perusahaan pelat merah di bawah struktur badan.
“Di Indonesia, jika misalnya bentuk kelembagaannya badan, artinya pengambilan keputusan bisa langsung di level badan, di level korporasi, tidak perlu lagi minta persetujuan birokrasi. Tinggal dari pengambilan keputusan bisa dikerjakan lebih cepat,” tuturnya.
Sementara itu, Pengamat BUMN dari Datanesia Institute Herry Gunawan memandang kepemimpinan Prabowo – Gibran perlu meniadakan Kementerian BUMN karena ada potensi terjadinya moral hazard di dalam perusahaan pelat merah.
“Sebaiknya Kementerian BUMN itu ditiadakan. Malaysia dan Singapura juga tidak punya Kementerian BUMN. Potensi moral hazard Kementerian BUMN ini sangat besar, karena bisa mengangkat direksi atau komisaris semaunya. Ini harus dihindari,” tuturnya.
Menurutnya, Kementerian BUMN dapat digantikan dengan konsep super holding seperti pemerintah Singapura dan Malaysia yang memiliki Temasek – Khazanah.
Oleh karena itu, jika ada BUMN dengan kecenderungan Public Service Obligation (PSO) sebaiknya berada di bawa naungan kementerian, sehingga tidak beroperasi komersial. Hal ini selaiknya LPEI dan PT Sarana Menara Infrastruktur yang di bawah Kementerian Keuangan.
“Transformasi BUMN harus diarahkan seperti itu. Apa yang sudah ada saat ini, dibentuknya beragam holding, bisa menjadi modal awal untuk menuju super holding,” pungkasnya.