Bisnis.com, JAKARTA — Bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed diproyeksikan akan memangkas suku bunganya pada bulan ini dan diikuti oleh pelonggaran suku bunga acuan Bank Indonesia (BI). Saham-saham properti hingga bank jumbo kemudian diproyeksi tersengat.
Berdasarkan perkiraan sebagian besar analis, pejabat The Fed cenderung akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan kebijakan pekan depan.
Perkiraan tersebut mengacu berbagai data, seperti laporan bulanan mengenai indeks harga konsumen (consumer price index/CPI) atau inflasi AS yang akan menunjukkan kenaikan.
Adapun, data Biro Statistik Tenaga Kerja AS menunjukan kemungkinan indeks harga konsumen dan inflasi inti yang tidak termasuk makanan dan energi, naik 0,2% pada Agustus menyusul kenaikan serupa pada bulan Juli. Angka tersebut mewakili kenaikan sebesar 3,2% secara tahunan untuk inflasi inti—sepertiga dari angka yang dicapai dua tahun lalu.
Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas mengatakan penurunan suku bunga The Fed kemudian akan diikuti oleh BI, meskipun tidak langsung dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI bulan ini.
Seiring dengan tren kebijakan moneter longgar, terdapat deretan saham yang akan tersengat. "Sektor yang bakal menarik minat di tengah sentimen positif atas penurunan tingkat suku bunga yaitu properti dan yang berhubungan, infrastruktur," ujarnya kepada Bisnis pada Kamis (12/9/2024).
Baca Juga
Di sektor properti dan infrastruktur, saham yang bisa dicermati adalah PT Bumi Serpong Damai Tbk. (BSDE), PT Summarecon Agung Tbk. (SMRA), PT Ciputra Development Tbk. (CTRA), serta PT Semen Indonesia Tbk (SMGR).
"Proyeksinya [saham properti dan infrastruktur] berpotensi melanjutkan tren kenaikan. Akan tetapi untuk sektor properti karena secara teknikal sudah naik signifikan dalam jangka pendek, pergerakannya akan cenderung sideways atau bisa koreksi minor," tutur Sukarno.
Adapun, pada perdagangan hari ini, Kamis (12/9/2024), deretan saham-saham properti serta infrastruktur mencatatkan kinerja yang beragam. BSDE mencatatkan penurunan harga saham 3,17% ke level Rp1.220 per lembar. Dalam sepekan, harga saham BSDE juga turun 5,43%.
Harga saham SMGR juga turun 0,25% pada perdagangan hari ini, serta turun 1,74% dalam sepekan perdagangan.
Lalu, harga saham CTRA naik 1,12% pada perdagangan hari ini dan sahamnya stagnan di level Rp1.350 dalam sepekan.
Harga saham SMRA stagnan di level Rp655 pada perdagangan hari ini. Sementara, dalam sepekan harga saham SMRA naik 4,8%.
Selain itu, menurutnya saham perbankan seperti PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI), PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) dan PT Bank Tabungan Negara Tbk. (BBTN) patut dicermati.
"Saham bank bluechip tetap menjadi pilihan ketika pasar sudah mulai membaik. Selain itu, ada sentimen penguatan rupiah," ujar Sukarno.
Tercatat, deretan saham perbankan itu juga mencatatkan kinerja penguatan dalam sepekan perdagangan terakhir. Saham BBCA misalnya naik 2,2% dalam sepekan ke level Rp10.475 pada penutupan perdagangan hari ini.
Saham BMRI, BBNI, dan BBRI masing-masing naik 1,74%, 2,75%, serta 0,49% dalam sepekan perdagangan. Adapun, saham BBTN naik 2,49% dalam sepekan.
Sebelumnya, Associate Director Pilarmas Investindo Maximilianus Nicodemus mengatakan penurunan suku bunga acuan tentu saja akan mendorong pergerakan pasar. Pasalnya, penurunan tingkat suku bunga tentu akan mendorong kenaikan daya beli dan konsumsi.
Sementara itu, menurutnya sektor saham yang akan tersengat pelonggaran kebijakan moneter The Fed adalah sektor-sektor seperti finansial, consumer non-cyclical, properti, serta otomotif.
Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta juga mengatakan di tengah ekspektasi penurunan suku bunga acuan, investor mengakumulasikan saham di sektor infrastruktur, keuangan, industri, transportasi, properti, dan cyclical sector.
Sejauh ini, tingginya suku bunga acuan telah menggerus daya beli masyarakat. Apabila suku bunga acuan turun, akan meningkatkan permintaan domestik.
__________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.