Bisnis.com, JAKARTA – Pasar obligasi Indonesia telah mencatat kinerja positif pada Agustus 2024. Lantas, bagaimana prospek akhir tahun ini seiring dengan ekspektasi tinggi akan pelonggaran kebijakan suku bunga The Fed.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), di pasar obligasi, indeks acuan obligasi Indonesia atau Indonesia Composite Bond Index (ICBI) per Agustus 2024 menguat 1,71% secara month to date (MtD) dan naik 4,41% secara year to date (YtD) ke level 391,14.
Adapun, yield surat berharga negara (SBN) rata-rata turun 22,75 basis poin dan non-resident mencatatkan net buy sebesar Rp39,24 triliun.
Portfolio Manager, Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Laras Febriany mengatakan pada Agustus 2024, optimisme pasar kembali meningkat secara signifikan.
"Pasar percaya bahwa The Fed dapat mulai memangkas suku bunga pada September setelah data inflasi dan tenaga kerja AS semakin melandai," ujarnya dalam keterangan tertulis pada Kamis (12/9/2024).
Kondisi tersebut berdampak positif bagi pasar Indonesia, tecermin dari rupiah yang menguat ke kisaran Rp15.400 serta arus dana investor asing yang meningkat ke pasar obligasi.
Selain faktor tersebut, pada dasarnya Indonesia memiliki profil ekonomi yang menarik di antara negara berkembang lain. Kondisi itu didukung oleh tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi yang stabil, inflasi rendah, tingkat utang negara rendah, kondisi politik stabil, dan tingkat imbal hasil obligasi yang tinggi.
Dengan profil yang menarik itu, faktor kunci bagi investor adalah pada stabilitas nilai tukar rupiah. Sebab, jika terjadi pelemahan nilai tukar, maka akan menggerus potensi imbal hasil bagi investor asing dan membuat obligasi Indonesia kurang menarik.
Menurutnya, pasar obligasi ke depan masih akan menarik. Sebab, dimulainya siklus pemangkasan suku bunga The Fed pada bulan ini diperkirakan dapat menjadi iklim yang suportif bagi rupiah dan bisa menarik arus dana asing masuk ke pasar obligasi Indonesia lebih lanjut.
Ditambah, mengacu data historis, pada periode 2011-2020 terdapat empat kali siklus pemangkasan suku bunga, di mana pasar obligasi secara rata-rata mencatat kinerja positif.
Ke depannya, konsensus pasar memperkirakan The Fed menurunkan suku bunga di kisaran 200 basis poin hingga akhir 2025. Lalu, penurunan suku bunga The Fed akan diikuti Bank Indonesia (BI), di mana BI diproyeksikan menurunkan suku bunganya di kisaran 100 basis poin di periode sama.
"Kelas aset obligasi secara historis mencatat kinerja baik dalam periode pemangkasan suku bunga, sehingga dapat menjadi opsi bagi investor untuk mendapatkan potensi capital gain memasuki periode pemangkasan suku bunga global," kata Laras.
Namun, ada beberapa tantangan yang akan dihadapi pasar. Mengacu historis, resesi Amerika Serikat (AS) dapat menjadi tantangan bagi stabilitas nilai tukar rupiah ke depannya, di tengah naiknya ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed.
Selain itu, faktor lain yang dapat mempengaruhi rupiah ke depannya adalah dinamika kondisi domestik dari inflasi, kinerja neraca perdagangan, dan kebijakan ekonomi pemerintah baru.
Pada perdagangan Rabu (11/9/2024), harga Surat Utang Negara (SUN) ditutup menguat. Berdasarkan data PHEI, yield SUN Benchmark 5-tahun (FR0101) turun sebesar 3 basis poin (bps) ke level 6,45% dan yield SUN Benchmark 10-tahun (FR0100) turun sebesar 3 bps ke level 6,58%.
Sementara data Bloomberg menunjukkan level yield curve SUN 10-tahun (GIDN10YR) turun sebesar 3 basis poin ke level 6,58%.
"Level yield curve SUN 10-tahun saat ini masih in line dengan estimated range kami untuk minggu ini, yaitu di kisaran 6,51%-6,71%," tulis Tim Analis BNI Sekuritas.