Bisnis.com, JAKARTA – Bursa Efek Indonesia (BEI) buka suara terkait kabar yang menyebutkan adanya pelanggaran etika yang dilakukan oleh oknum karyawan.
Sekretaris Perusahaan BEI Kautsar Primadi Nurahmad mengakui adanya pelanggaran etika yang melibatkan oknum karyawan Bursa. Meski demikian, dia tidak menyebutkan jumlah oknum pegawai yang terlibat dalam pelanggaran itu.
“Telah terjadi pelanggaran etika yang melibatkan oknum karyawan BEI. Berdasarkan pelanggaran tersebut, BEI telah melakukan tindakan disiplin yang sesuai dengan prosedur serta kebijakan yang berlaku,” ujarnya dalam siaran pers, Senin (26/8/2024).
BEI, lanjutnya, berkomitmen memenuhi prinsip good corporate governance (GCG) melalui penerapan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) dan implementasi ISO 37001:2016. Untuk itu, karyawan Bursa tidak diperkenankan menerima gratifikasi.
“Seluruh karyawan BEI dilarang menerima gratifikasi dalam bentuk apapun [termasuk namun tidak terbatas pada uang, makanan, barang dan/atau jasa] atas pelayanan atau transaksi yang dilakukan BEI dengan pihak ketiga,” pungkas Kautsar.
Sebelumnya, beredar kabar yang menyebutkan lima karyawan BEI terlibat gratifikasi proses listing perusahaan tercatat. Dalam surat yang diterima awak media, BEI disebut telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap lima karyawan itu.
Baca Juga
Lima karyawan, yang bertugas di Divisi Penilaian Perusahaan BEI ini dikabarkan meminta sejumlah imbalan uang dan gratifikasi atas jasa analisa kelayakan calon emiten. Nilai imbalan ditaksir mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah.
“Atas imbalan uang yang diterima, oknum karyawan tersebut membantu memuluskan proses penerimaan calon emiten untuk dapat listing dan diperdagangkan sahamnya di Bursa,” tulis surat yang dikirimkan ke ruang wartawan BEI.
Isi surat tersebut juga menjelaskan bahwa praktek yang dilakukan oknum karyawan BEI telah berjalan beberapa tahun dan melibatkan emiten yang sahamnya sudah tercatat di Bursa.
Melalui praktek tersebut, para oknum juga disebut membentuk perusahaan jasa penasehat yang ketika dilakukan pemeriksaan ditemukan sejumlah akumulasi dana sekitar Rp20 miliar.
Di sisi lain, proses penerimaan emiten untuk dapat melantai di Bursa disinyalir turut melibatkan oknum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang berwenang untuk menyatakan sebuah perusahaan layak untuk melakukan initial public offering atau IPO.