Bisnis.com, JAKARTA — Ekspektasi penurunan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed semakin menguat dan berpotensi diikuti oleh penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI). Bagaimana dampaknya ke prospek pasar obligasi Indonesia?
Sebagaimana diketahui, The Fed masih menahan suku bunga acuan atau Fed Fund Rate (FFR) di kisaran 5,25%-5,5%, dan mengisyaratkan akan memangkas suku bunga pada September 2024. BI saat ini masih mempertahankan suku bunga acuan di level tinggi, 6,25%.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia [RDG BI] pada 20 dan 21 Agustus 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 6,25%," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers RDG BI, Rabu (21/8/2024).
Dalam pengumuman suku bunga BI, bank sentral juga menetapkan suku bunga deposit facility tetap sebesar 5,50% dan suku bunga lending facility tetap sebesar 7,00%.
Perry mengatakan keputusan ini konsisten dengan fokus kebijakan moneter pro-stabilitas, yaitu untuk penguatan lebih lanjut stabilisasi nilai tukar rupiah, serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025.
Director & Chief Investment Officer, Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Ezra Nazula mengatakan meski BI masih menahan laju suku bunga acuannya, tetapi ekspektasi penurunan suku bunga acuan The Fed semakin menguat. Kondisi tersebut kemudian akan diikuti BI.
Baca Juga
Di AS, inflasi sudah mengalami penurunan, dari 5% lebih pada awal tahun, mendekati 1% atau berada di bawah target 2%.
Ekspektasi pemangkasan FFR mendorong penurunan imbal hasil obligasi pemerintah AS alias US Treasury. Selain itu, nilai tukar dolar AS yang sebelumnya perkasa menjadi mulai melemah. Dengan kondisi tersebut, kawasan Asia, termasuk Indonesia akan diuntungkan.
"Dengan dipangkasnya suku bunga AS maka nilai tukar dolar AS diperkirakan akan melemah dibanding rupiah sehingga akan mendorong inflow aliran asing kembali ke aset Indonesia," katanya kepada Bisnis pada Rabu (21/8/2024).
Dia memperkirakan imbal hasil surat berharga negara (SBN) akan turun ke arah 6,25% seiring dengan turunnya imbal hasil US Treasury. "Masuknya dana aliran asing ditambah dengan investor lokal yang masih terus investasi di SBN," tutur Ezra.
Direktur Panin Asset Management Rudiyanto mengatakan saat ini harga obligasi sudah bergerak mencerminkan ekspektasi penurunan suku bunga acuan.
"Ke depan, ada kemungkinan yield obligasi bisa turun di bawah 6,5%," ujarnya kepada Bisnis pada Rabu (21/8/2024).