Bisnis.com, JAKARTA — Jelang HUT ke-49 Pasar Modal Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih mencatatkan kinerja underperform sejak awal tahun hingga saat ini dibandingkan dengan indeks-indeks lain di kawasan Asia Tenggara.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), secara pergerakan year to date (YTD), IHSG menempati posisi kelima di Asean, dari 6 indeks yang ada di Asean.
Pergerakan IHSG hanya unggul dari indeks Thailand, SET Index yang telah melemah 8,39% sejak awal tahun. Sebagaimana diketahui, IHSG tercatat masih melemah 0,22% sejak awal tahun.
Sementara itu, indeks Malaysia FTSE Bursa Malaysia KLCI Index menjadi indeks dengan peningkatan tertinggi di Asia Tenggara, yang mencapai 9,72% sejak awal tahun. Posisi kedua indeks dengan peningkatan tertinggi adalah indeks asal Vietnam VN-Index yang telah naik 7,03% ytd.
Sementara itu, indeks asal Singapura Strait Times Index STI menguat 0,67% sejak awal tahun, dan indeks Filipina PSEi Index menguat 3,07% secara year to date.
Di Asia Pasifik, dari 13 indeks yang ada, IHSG menempati posisi ke-10. Posisi IHSG hanya unggul dari Indeks Thailand, indeks SSE Composite Index dari China yang telah turun 3,79% sejak awal tahun, dan KOSPI Index Korea Selatan yang turun 2,52% ytd.
Baca Juga
Head of Equity Research Mandiri Sekuritas Adrian Joezer menjelaskan saat ini valuasi indeks-indeks yang berada di Asean masih jauh lebih murah dibandingkan dengan kawasan lainnya. Mandiri Sekuritas juga memandang optimistis terhadap pasar saham dengan ekspektasi pertumbuhan yang bisa mulai terakselerasi.
"Dengan harapan dollar strength-nya bisa mulai deepening sehingga kebijakannya bisa berubah ke kebijakan yang suportif, lebih ke arah yang bukan tightening," tuturnya.
Adapun Mandiri Sekuritas memberikan target IHSG di akhir tahun sebesar 7.460-7.640, atau tidak berubah dari awal tahun. Secara sektor, Mandiri Sekuritas masih merekomendasikan saham big caps, perbankan dan juga sektor konsumer dan telekomunikasi.
Dia juga menjelaskan pelaku pasar juga tetap harus memilih saham-saham secara selektif di sektor tersebut. Joezer menyarankan investor untuk memilih saham-saham yang memiliki kualitas tinggi.
Joezer melanjutkan, selain tiga sektor tersebut, investor juga dapat melirik saham-saham yang bersifat sensitif terhadap perubahan suku bunga. Apabila pemotongan suku bunga terjadi, maka saham-saham yang sensitif suku bunga akan mendapatkan manfaat.
Saham-saham rate sensitive tersebut adalah saham-saham yang berada di sektor properti, menara, dan teknologi.
"Tapi saya rasa kita mesti masuk ke saham dengan high quality names dulu begitu," tuturnya.