Bisnis.com, JAKARTA -- Minyak mentah berjangka Brent naik 13 sen menjadi US$85,21 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 31 sen, ditutup pada US$83,16 per barel. Kenaikan ini mengikuti lonjakan harga sebelumnya pada hari Rabu (17/7), ketika Brent naik 1,6% dan WTI naik 2,6%.
Analis Dupoin Indonesia Andrew Fischerpeningkatan harga minyak ini disebabkan oleh beberapa faktor utama. Pertama, penurunan signifikan dalam stok minyak mentah AS sebesar 4,9 juta barel selama seminggu terakhir menjadi pendorong utama. Penurunan ini jauh lebih besar daripada perkiraan awal yang hanya sebesar 30.000 barel berdasarkan jajak pendapat Reuters, serta lebih tinggi dari laporan American Petroleum Institute yang menunjukkan penurunan 4,4 juta barel.
Penurunan stok minyak yang lebih besar dari perkiraan ini menunjukkan adanya permintaan yang kuat, yang pada akhirnya mendorong harga naik. Andrew Fischer mencatat bahwa data ini mencerminkan keseimbangan pasokan dan permintaan yang lebih ketat, yang memberikan dukungan bagi harga minyak untuk tetap berada pada tren kenaikan.
Selain faktor pasokan, Fischer juga menyoroti sentimen pasar yang didorong oleh prospek penurunan suku bunga yang akan datang di Amerika Serikat dan Eropa. Suku bunga yang lebih rendah biasanya menstimulasi daya beli dan, akibatnya, meningkatkan permintaan minyak. Dengan adanya ekspektasi penurunan suku bunga, pelaku pasar cenderung lebih optimis terhadap prospek permintaan minyak di masa depan.
Andrew Fischer memprediksi bahwa harga minyak akan terus menunjukkan kenaikan meski tidak signifikan dalam jangka pendek. Tren kenaikan ini diperkirakan akan berlangsung cukup panjang, terutama jika kondisi pasokan dan permintaan tetap seimbang. Ia menekankan pentingnya memantau perkembangan lebih lanjut terkait kebijakan moneter di AS dan Eropa, serta data persediaan minyak mentah mingguan yang dirilis oleh EIA.
Namun, Fischer juga mengingatkan bahwa meskipun tren kenaikan ini berpotensi berlanjut, volatilitas pasar tetap harus diperhatikan. Faktor-faktor geopolitik, seperti ketegangan di Timur Tengah atau kebijakan produksi dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), dapat dengan cepat mempengaruhi harga minyak. Oleh karena itu, pelaku pasar perlu terus memantau berita dan analisis terkini untuk mengambil keputusan yang tepat.
Baca Juga
Dalam jangka panjang, Andrew Fischer melihat prospek harga minyak yang lebih stabil dengan kecenderungan naik, asalkan tidak ada gangguan signifikan pada pasokan global. Ia menambahkan bahwa perkembangan teknologi dan upaya untuk meningkatkan efisiensi energi juga akan memainkan peran penting dalam menentukan dinamika pasar minyak di masa depan.
Secara keseluruhan, analisis Andrew Fischer dari Dupoin menunjukkan bahwa meskipun saat ini harga minyak mengalami kenaikan yang tipis, prospek untuk tren kenaikan jangka panjang tetap ada. Faktor-faktor seperti penurunan stok minyak mentah AS yang lebih besar dari perkiraan dan sentimen positif terkait kebijakan suku bunga memberikan dukungan bagi harga minyak untuk terus naik.