Bisnis.com, JAKARTA — Pasokan kopi dari Vietnam selaku produsen kopi terbesar di dunia diprediksi masih akan tersendat hingga akhir 2024 sehingga berdampak terhadap pergerakan harga
Kekeringan telah membebani produksi negara-negara Asia Tenggara. Selain itu, terdapat ancaman dari pola cuaca La Nina yang biasanya menyebabkan lebih banyak curah hujan sehingga dapat makin menghambat produksi.
Alhasil, kondisi itu berisiko memperburuk ketatnya pasokan global yang baru-baru ini menyebabkan harga kopi robusta. Komoditas itu telah melonjak ke level tertinggi sejak 1970.
“Peningkatan pasokan yang signifikan mungkin baru terjadi pada bulan Desember,” ujar Direktur Eksportir Vinh Hiep Co. dan Wakil Ketua Asosiasi Kopi Nasional Vietnam Thai Nhu Hiep dilansir dari Bloomberg Minggu (12/7/2024).
Sementara itu, produksi musim baru yang akan dimulai Oktober 2024 diprediksi akan mengalami penurunan 5% ke 1,56 juta ton. Proyeksi itu sejalan dengan kekeringan yang melanda sebelumnya.
“Pasokan dari Vietnam akan terancam jika La Nina kembali terjadi,” ujar Ketua Intimex Group Do Ha Nam selaku eksportir kopi terbesar di Vietnam.
Baca Juga
Bloomberg melaporkan ekspor telah turun ke 70.202 ton pada Juni 2024. Posisi itu menjadi level terendah sejak 2012 hingga 2013.
Adapun, pengiriman dalam sembilan bulan pertama musim yang berakhir September turun 11,3% secara tahunan. Dalam 3 bulan terakhir, ekspor diperkirakan berada di kisaran 150.000 ton menurut survei.
Dengan demikian, jumlah itu akan kurang dari separuh ekspor Vietnam selama periode lima tahun terakhir.
Untuk diketahui, pergerakan harga kopi diprediksi masih akan terus mengalami kenaikan hingga pertengahan 2025.
Ramalan kenaikan harga kopi itu sejalan dengan kelangkaan pasokan dari para produsen utama. Pelanggan di Eropa akan membayar lebih banyak lagi untuk kafein yang mereka konsumsi sejalan dengan berlakunya peraturan baru mengenai deforestasi.
“Perkiraan akan kembali terjadinya kekurangan produksi di Vietnam, yang merupakan produsen utama kopi robusta di dunia, memicu lonjakan harga berbagai jenis biji kopi yang digunakan dalam campuran kopi dan espresso,” ujar Ketua Luigi Lavazza SpA Giuseppe Lavazza dilansir dari Bloomberg, Rabu (10/7/2024).
Lavazza mengungkapkan kondisi panen yang buruk menyebabkan para roaster harus membayar US$1.000 di atas harga berjangka untuk biji kopi Vietnam. Kondisi itu belum pernah terjadi dalam sejarah industri kopi.
“Dan yang sangat istimewa adalah efek jangka panjangnya,” jelasnya.
Riset Tuan Loc Commodities, lembaga yang berbasis di Ho Chi Minh, Vietnam sebelumnya menunjukkan bahwa secara keseluruhan, daerah penghasil kopi dilanda cuaca panas dan kondisi yang kering. Hal itu tentu sangat memengaruhi kuantitas dan kualitas produksi kopi.
"Meskipun kita masih berada di musim kemarau dan cuaca ini tidak terduga, patut dicatat bahwa curah hujan berada pada kisaran terendah dalam rentang 10 tahun, dan suhu berada pada sisi yang lebih tinggi," tertulis dalam riset Tuan Loc Commodities.
Turunnya produksi kopi Vietnam mendorong lonjakan harga kontrak berjangka robusta di bursa komoditas London, yakni naik lebih dari 50% tahun lalu, dan kini mencapai level tertinggi sejak 2008.