Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kini menyoroti praktik influencer yang kerap memasarkan aset kripto, di tengah bergulirnya kasus influencer saham Ahmad Rafif Raya yang gagal mengelola dana investor sebesar Rp71 miliar yang masih belum usai.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi mengatakan mengacu POJK Nomor 22 Tahun 2023, perusahaan perdagangan aset kripto dilarang untuk menawarkan produk aset kripto kepada masyarakat melalui iklan selain pada media resmi perusahaan.
Dia mengatakan, ketentuan ini akan berlaku secara efektif setelah peralihan tugas pengaturan pengawasan aset kripto dari Badan Pengawas Berjangka Perdagangan Komoditi Indonesia (Bappebti) beralih ke OJK pada Januari 2025.
Artinya, berdasarkan ketentuan POJK tersebut, penawaran produk aset kripto kepada masyarakat dilakukan hanya boleh melalui media resmi perusahaan perdagangan aset kripto, termasuk pada situs aplikasi dan juga media sosial yang dikelola secara resmi oleh perusahaan perdagangan aset kripto dimaksud.
“Sehingga tentu tidak dimungkinkan adanya pemanfaatan influencer aset kripto yang katakanlah bekerja atas nama pribadi untuk melakukan pemasaran untuk aset kripto, karena seluruh kegiatan marketing ini harus dilakukan melalui platform resmi dari pedagang aset kripto," ujar Hasan dalam RDK Bulanan dikutip Selasa (9/7/2024).
Hasan pun dengan tegas mengingatkan agar para influencer aset kripto dapat bertanggung jawab atas semua tindakannya yang dapat mempengaruhi para pengikut (followers) di media sosial.
Baca Juga
“Seorang influencer, apalagi yang memiliki jumlah pengikut yang besar, sudah seharusnya memiliki tanggung jawab dan kesadaran penuh bahwa segala tindakannya dapat kemudian mempengaruhi bahkan diikuti oleh para followers-nya, katanya.
Oleh sebab itu, dia berharap para influencer aset keuangan termasuk kripto dapat bekerja sama dengan OJK untuk memberikan edukasi informasi dan awareness atau penyadaran yang baik terkait dengan praktik-praktik investasi yang baik bagi para pengikutnya.
Pasalnya, jika influencer kripto bertindak tidak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh OJK, apalagi sampai menimbulkan kerugian bagi para korbannya, maka dapat berisiko terkena jerat hukum.
"Di sisi lain jika influencer itu memberikan konten yang tidak sesuai, maka tentu akan menimbulkan kerugian bagi para followersnya dan juga di sisi lain influencer ini juga tentu akan menghadapi risiko ancaman pelanggaran hukum sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku,” pungkas Hasan.
Di sisi lain, perkembangan serta dinamika dalam industri aset kripto terus menunjukkan berbagai peningkatan positif terutama dari jumlah pelanggan dan nilai transaksi yang terus bertumbuh hingga Mei 2024. Nilai transaksi kripto per Mei 2024 tercatat Rp260,9 triliun, naik dari bulan sebelumnya Rp211 triliun.
Berdasarkan data dari Bappebti, per Mei 2024, terdapat penambahan jumlah investor kripto sebanyak 363.101 dengan total investor mencapai 19,75 juta. Nilai keseluruhan transaksi dari Januari sampai Mei 2024 menyentuh Rp260,9 triliun.
Kasus Ahmad Rafif Raya
Sebelumnya, OJK mengungkap praktik pengelolaan investasi ilegal yang dilakukan oleh influencer Ahmad Rafif Raya yang menyebabkan para korban mengalami kerugian sebesar Rp71 miliar. Dana tersebut dipakai untuk membayar gaji karyawan hingga perjalanan dinas luar kota.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari membeberkan, Ahmad Rafif telah melakukan pengelolaan dana masyarakat sejak 2022 hingga 2024.
Modusnya, penghimpunan dana masyarakat dari hasil penawaran investasi tersebut menggunakan nama-nama pegawai dari perusahaannya yang disebut dengan PT Waktunya Beli Saham untuk membuka rekening efek di beberapa perusahaan sekuritas.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, Ahmad Rafif menggunakan dana investasi yang dititipkan oleh investor untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan PT Waktunya Beli Saham.
"Jadi dana yang dititipkan untuk diinvestasikan ternyata untuk membiayai operasional, dari membayar gaji karyawan, kemudian pertemuan-pertemuan di hotel, perjalanan luar kota dan lain-lain," ujarnya dalam RDK Bulanan Senin (8/7/2024).
Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) OJK sejauh ini masih mengonfirmasi keterangan Ahmad Rafif terkait perkiraan dana investasi yang dikelola sebesar Rp96 miliar dan solusi pengembalian kerugian akan dilakukan dalam jangka waktu 3 tahun.
OJK juga menerbitkan perintah tindakan tertentu kepada Ahmad Rafif Raya berupa pembekuan sementara izin Wakil Manajer Investasi (WMI) dan Wakil Perantara Pedagang Efek (WPPE) atas nama Ahmad Rafif Raya sampai dengan proses penegakan hukum selesai.