Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Dibuka Melemah ke Level Rp16.420 saat Dolar AS Loyo

Rupiah dibuka melemah 7,50 poin atau 0,05% menuju level Rp16.420,5 per dolar AS.
Potret Presiden Pertama Indonesia Sukarno dan Wakil Presiden Pertama Indonesia Mohammad Hatta dalam uang rupiah pecahan Rp100.000. - Bloomberg/Brent Lewin
Potret Presiden Pertama Indonesia Sukarno dan Wakil Presiden Pertama Indonesia Mohammad Hatta dalam uang rupiah pecahan Rp100.000. - Bloomberg/Brent Lewin

Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah pada Kamis (27/6/2024) dan menyentuh level Rp16.420,5. Pelemahan rupiah terjadi di tengah greenback yang juga mengalami pelemahan.

Mengutip data Bloomberg, rupiah dibuka melemah 7,50 poin atau 0,05% menuju level Rp16.420,5 per dolar AS. Adapun indeks dolar AS juga turun 0,07% ke posisi 105,97.

Sementara itu, mata uang lain di Asia dibuka bervariasi. Won Korea, misalnya mengalami pelemahan 0,04%, yuan China sebesar 0,02%, dan rupee India melemah 0,17%. Di sisi lain, yen Jepang serta baht Thailand kompak menguat sebesar 0,25% dan 0,04%. 

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan mata uang rupiah masih akan melanjutkan pelemahan di rentang Rp16.400-Rp16.460 per dolar AS pada perdagangan hari ini, Kamis (27/6/2024). 

Dia mengatakan saat ini pasar menunggu data inflasi indeks harga PCE yang akan dirilis minggu ini. Data tersebut merupakan ukuran inflasi pilihan Federal Reserve, dan kemungkinan menjadi salah satu faktor bagi The Fed untuk menentukan kenaikan atau penurunan suku bunga. 

Ibrahim melanjutkan tanda-tanda ketahanan perekonomian AS baru-baru ini datang dari data indeks manajer pembelian yang kuat dan pembacaan kepercayaan konsumen. 

Hal tersebut memicu kekhawatiran bahwa The Fed akan memiliki cukup ruang untuk mempertahankan suku bunga tetap tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama. 

Sementara itu, dari dalam negeri sentimen datang dari kekhawatiran masyarakat terhadap fluktuasi kurs rupiah dan kondisi ekonomi global yang tidak menentu. 

Meski demikian, pemerintah masih optimistis jika kondisi fundamental makro ekonomi Indonesia masih berada dalam kondisi baik-baik saja. 

Saat ini, kata Ibrahim, tantangan utama pemerintah adalah bagaimana Indonesia waspada dan mengantisipasi agar dampak negatif dari kondisi global tidak masuk ke dalam negeri dan pentingnya kerja sama antarpihak, termasuk BI, pemerintah, dan sektor swasta. 

"Kerja sama ini diperlukan guna menjaga optimisme pasar dan memastikan bahwa ekonomi Indonesia tetap bisa bertahan dan berkembang kendati di bawah tekanan global," ujar Ibrahim.

---------------------------

Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper