Bisnis.com, JAKARTA - Emiten tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex berharap suspensi saham kembali dibuka pada tahun depan sesuai dengan permintaan relaksasi dan peninjauan kembali potensi delisting ke Bursa Efek Indonesia hingga akhir 2024.
Direktur Sritex Welly Salam mengatakan SRIL meminta relaksasi dan peninjauan ulang potensi delisting hingga akhir 2024 ke Bursa Efek Indonesia seiring dengan penyelesaian restrukturisasi entitas usaha di Singapura.
“Insyaallah tahun depan kita bisa diperdagangkan kembali di Bursa, semoga kami secepatnya menyelesaikan restrukturisasi di Singapura,” kata Welly dalam paparan publik, Selasa (25/6/2024).
Welly menjelaskan bahwa pihaknya tetap berkomunikasi dengan Bursa Efek Indonesia terkait dengan suspensi dan potensi delisting. Permintaan relaksasi telah dilakukan sejak tahun lalu, Welly menyebutkan jika kelonggaran yang diminta adalah hingga akhir tahun 2024.
Meski demikian, Dia mengakui bahwa sampai dengan saat ini proses restrukturisasi belum menemui kesepakatan dengan kreditur. Menurunnya penyelesaian restrukturisasi di luar kontrol karena ada pertimbangan dan negosiasi yang harus diselesaikan dengan kreditur-kreditur tersebut.
“Kami akan melakukan komunikasi lagi dengan pihak BEI dan juga memberikan keterbukaan informasi kepada publik. Kalau untuk PKPU sudah selesai,” katanya.
Baca Juga
Berdasarkan data Bisnis, saham SRIL mulai disuspensi Bursa sejak 18 Mei 2021 di posisi Rp146 per saham.
Suspensi saham yang dilakukan BEI berujung potensi delisting saham SRIL. Suspensi saham tersebut didasari oleh penundaan pembayaran pokok dan bunga Medium Term Notes (MTN) Sritex Tahap III Tahun 2018 serta kasus PKPU dan restrukturisasi.
Kondisi tersebut menyebabkan BEI menyematkan notasi M, E, X, L dan memasukkannya bersama saham-sama tidak likuid ke papan pemantauan khusus dengan kriteria 5 dan 7.
Kriteria tersebut artinya emiten memiliki ekuitas negatif dalam laporan keuangan terakhir serta memiliki likuiditas rendah dengan kriteria nilai transaksi rata-rata harian saham kurang dari Rp5 juta dan volume transaksi rata-rata harian kurang dari 10.000 kali dalam 6 bulan terakhir di pasar reguler.