Bisnis.com, JAKARTA -- PT Mora Telematika Indonesia Tbk. (MORA) meyakini masih bisa bersaing dengan Starlink untuk layanan Fiber to the home atau FTTh yang lebih kompetitif.
CEO MORA Jimmy Kadir menjelaskan saat ini layanan Starlink sudah tidak lagi uji coba di Indonesia, tetapi memang sudah resmi (legal) melayani masyarakat di seluruh wilayah Indonesia secara komersial. Layanan Starlink ini, telah menjadi perhatian pemilik jaringan broadband dengan merek Oxygen tersebut, khususnya untuk pasar korporasi.
Hal ini, lanjutnya dikarenakan Starlink juga memiliki alternatif layanan internet untuk unit bisnis korporasi di wilayah yang masih minim/ belum dilalui jaringan Fiber Optik. Terutama untuk pelanggan perusahaan di sektor minyak dan gas.
"Sementara kalau untuk layanan Fiber to the home atau FTTh yang menggunakan media kabel FO tidak terpengaruh, kami pikir kami masih bisa bersaing dengan Starlink. Harga layanan bulanan kami jauh lebih murah daripada Starlink," ujarnya kepada Bisnis, Senin (23/6/2024).
Oleh karenanya, dia pun menekankan bahwa layanan Oxygen adalah memberikan kemudahan untuk berlangganan seperti kecepatan instalasi dan aktivasi, dan layanan setelah penjualan yang prima.
"Karena perlu diketahui, saat ini untuk bisa mulai menikmati layanan Starlink kita harus preorder pembelian perangkatnya dengan durasi pengiriman sekitar 1 bulan. Serta untuk aftersales Starlink yang saat ini tidak terlalu jelas, baik alamatnya atau mekanisme complain yang hanya via email dan WhatsApp," imbuhnya.
Baca Juga
Sisi lain, dia juga melihat bahwa kelebihan satelit milik Elon Musk adalah memiliki layanan internetnya dapat diakses dimana saja, di darat (di gunung, di gurun pasir, pulau terluar/terdepan) , laut (offshore/kilang minyak lepas pantai, kapal pesiar, kapal ikan, kapal tanker, kapal perang, hingga di pesawat.
Dia pun membandingkan dengan layanan sejenis yang menggunakan media satelit, kecepatan internet milik Starlink tergolong sangat cepat.
Namun tentunya, kata dia, Starlink juga masih memiliki kekurangan di antaranya adalah layanan aftersales yang masih belum jelas, biaya pembelian perangkat dan langganan yang cukup mahal, rawan gangguan koneksi dan perangkat rusak diakibatkan karena cuaca, sambaran petir, mobilitas yg ekstrim, badai matahari dan tabrakan benda angkasa untuk satelitnya yg berada di luar angkasa).
Apalagi apabila dalam suatu wilayah tersebut banyak yang telah menggunakan Starlink kecepatan internet pasti menurun drastis, keamanan data yang tidak terjamin, dan yang terakhir karena dapat digunakan dimana saja maka dapat disalahgunakan oleh gerakan separatis seperti.
“Iya tentu saja adanya ancaman dari sisi bisnis dengan hadirnya Starlink. Namun sisi lain dengan adanya Starlink dapat memacu MORA untuk mempercepat penetrasi di wilayah yang belum tercover oleh jaringan kabel benang optik,” terangnya.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.