Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan nilai transaksi di Bursa Karbon atau IDX Carbon tercatat sebesar Rp36,77 miliar hingga 31 Mei 2024.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi mengatakan, sejak perdana diluncurkan pada 26 September 2023, totalnya ada 62 pengguna jasa bursa karbon.
"Hingga 31 Mei 2024, tercatat ada 62 pengguna jasa yang mendapatkan izin, dengan total volume sebesar 608.000 ton co2e. Akumulasi nilai transaksi sebesar Rp36,77 miliar," ujar Inarno dalam Konferensi Pers RDK Bulanan pada Senin (10/6/2024).
Inarno mengatakan, potensi Bursa Karbon masih sangat besar mempertimbangkan terdapat 3.788 pendaftar yang tercatat di Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) dan tingginya potensi unit karbon yang dapat ditawarkan.
Meskipun demikian, nilai transaksi di bursa karbon tersebut cenderung masih minim. Sebagai perbandingan, pada 30 April 2024, nilai transaksi di bursa karbon sebesar Rp35,31 miliar, dengan jumlah pengguna sebanyak 57 pengguna.
Hal tersebut menandakan, selama sebulan periode April hingga Mei, transaksi di bursa karbon hanya bertambah sebesar Rp1,46 miliar dengan jumlah pengguna bertambah lima pengguna.
Baca Juga
Adapun hingga Senin (10/6/2024) pukul 15.15 WIB, tercatat ada sebanyak 3.788 pendaftar di laman SRN PPI. Total sertifikat pengurangan emisi mencapai 418.359 unit SPE.
Minim Transaksi
Pada pemberitaan Bisnis sebelumnya, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengakui saat ini bursa karbon masih minim transaksi meski sudah meluncur sejak September 2023. Kemenkeu pun mengungkapkan alasan bursa karbon sepi peminat.
Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral BKF Boby Wahyu Hernawan mengungkapkan minimnya transaksi yang terjadi sepanjang delapan bulan ini sejalan dengan rendahnya kesadaran masyarakat akan perubahan iklim.
“Kenapa masih juga agak tipis frekuensi transaksi? Kembali kepada supply dan demand, bagaimana para pihak itu aware tentang bahwa ada nilai ekonomi karbon yang dapat di monetisasi, bisa diperdagangkan,” ujarnya dalam Media Gathering Kemenkeu, Rabu (29/5/2024).
Secara umum, Boby kembali menekankan bahwa potensi bursa karbon Indonesia mencapai lebih dari Rp3.000 triliun. Untuk itu, perlu untuk menggairahkan pasar bursa karbon ke semua pihak untuk dapat melakukan penguatan CO2 dan mendapatkan manfaat dari bursa karbon.
Sepinya peminat bursa karbon ini terpantau dari frekuensi transaksi yang terjadi dalam delapan bulan ke belakang. Bahkan, Kemenkeu mencatat tidak ada transaksi yang terjadi selama Februari 2024, alias nol transaksi.
Meski transaksi masih minim, namun OJK tetap optimistis terhadap bursa karbon Indonesia. Bahkan, OJK optimistis standar karbon Indonesia bisa diterima di perdagangan internasional.