Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Awal Pekan, Rupiah Dibuka Turun ke Rp15.961 per Dolar AS

Rupiah dibuka melemah ke posisi Rp15.961 per dolar AS pada perdagangan awal pekan, Senin (20/5/2024).
Rupiah dibuka melemah ke posisi Rp15.961 per dolar AS pada perdagangan awal pekan, Senin (20/5/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Rupiah dibuka melemah ke posisi Rp15.961 per dolar AS pada perdagangan awal pekan, Senin (20/5/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Mata uang rupiah dibuka melemah ke posisi Rp15.961 per dolar AS pada perdagangan awal pekan, Senin (20/5/2024).

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah mengawali perdagangan dengan turun 0,04% atau 6 poin ke level Rp15.961. Adapun indeks dolar terpantau nai 0,06% ke posisi 104,385.

Sejumlah mata uang kawasan Asia lainnya bergerak beragam terhadap dolar AS. Yen Jepang turun 0,14%, dolar Singapura melemah 0,04%, won Korea turn 0,17%, peso Filipina melemah 0,23%, dan yuan China turun 0,07%.

Mata uang yang naik adalah baht Thailand sebesar 0,02%, ringgit Malaysia naik 0,02%, dan rupee India naik 0,19%.

Sebelumnya Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memproyeksikan pada perdagangan hari ini, Senin (20/5/2024) rupiah akan ditutup menguat di rentang Rp15.900-Rp15.990 per dolar AS.

Ibrahim mengatakan penguatan dolar terjadi setelah beberapa pejabat Federal Reserve mengatakan mereka memerlukan lebih banyak keyakinan jika inflasi akan turun.

Hal ini membuat para traders mengurangi taruhannya pada penurunan suku bunga di bulan September menurut CME Feedwatch Tools.

Akan tetapi, dolar diperkirakan akan melemah sekitar 0,7% minggu ini, menyusul data indeks harga konsumen yang lebih lemah dari perkiraan untuk bulan April.

“Angka tersebut, ditambah dengan data penjualan ritel yang lemah, meningkatkan harapan bahwa inflasi akan mereda dalam beberapa bulan mendatang," tutur Ibrahim.

Dari dalam negeri, sentimen datang dari ekspor RI yang terus berada dalam tren melambat dalam beberapa tahun terakhir. Di bulan April 2024 misalnya, ekspor turun 12,97% secara bulanan ke US$19,62 miliar.

Perlambatan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk penurunan pertumbuhan ekonomi di negara-negara mitra dagang dan penurunan harga komoditas. Dalam menghadapi tantangan tersebut, Ibrahim menuturkan pemerintah perlu mencari mitra bisnis baru, terutama di Asia, khususnya Asia Tenggara dan Timur Tengah.

Menurutnya, wilayah ini masih memiliki prospek pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan negara maju seperti Eropa, Amerika Serikat, dan China. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Artha Adventy
Editor : Ibad Durrohman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper