Bisnis.com, JAKARTA — Mata uang rupiah dibuka naik ke posisi Rp16.083 per dolar AS pada perdagangan pagi ini, Rabu (15/5/2024).
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka naik 0,10% atau 16 poin ke posisi Rp16.083 per dolar AS. Adapun indeks dolar AS terpantau turun 0,03% ke level 104,86.
Sejumlah mata uang kawasan Asia lainnya bergerak bervariasi terhadap dolar AS. Yen Jepang naik 0,01%, dolar Hong Kong dan Singapura menguat masing-masing 0,01% dan 0,04%. Won Korea naik 0,48%, peso Filipina menguat 0,25%, rupee India menguat 0,02%, ringgit Malaysia naik 0,23% dan baht Thailand menguat 0,10%.
Hanya yuan China yang melemah sebesar 0,01% terhadap dolar AS.
Sebelumnya Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan pada perdagangan hari ini, Rabu (15/5/2024) mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp16.090 - Rp16.150 per dolar AS.
Ibrahim menyebut dolar AS menguat sedikit pada hari Senin, berkonsolidasi setelah perubahan baru-baru ini karena fokus beralih ke data inflasi AS yang akan datang untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut mengenai suku bunga.
Baca Juga
“Para analis memperkirakan laporan CPI yang penting pada hari Rabu akan menunjukkan kenaikan inflasi sebesar 3,6% dari tahun ke tahun, yang akan menjadi kenaikan terkecil dalam tiga tahun terakhir,” kata dia dalam riset harian, dikutip Rabu (15/5/2024).
Kedua data tersebut kemungkinan besar akan menjadi faktor dalam prospek suku bunga AS, setelah data inflasi yang terlalu panas sepanjang kuartal pertama membuat pasar sebagian besar tidak memperhitungkan sebagian besar spekulasi penurunan suku bunga tahun. ini.
Selain itu, pasar gelisah terhadap Tiongkok setelah pengembang properti besar lainnya, dalam hal ini Agile Group Holdings Ltd gagal membayar obligasinya. Gagal bayar ini sebagian besar mengimbangi optimisme atas membaiknya inflasi di Tiongkok, serta pengumuman Beijing baru-baru ini mengenai rencana penerbitan obligasi besar-besaran senilai 1 triliun yuan (US$138 miliar).
Selain itu, surplus neraca perdagangan Indonesia pada April 2024 diperkirakan menyusut dibandingkan dengan capaian surplus pada bulan sebelumnya, berada di kisaran US$3,5 miliar hingga US$4 miliar. Penyebabnya memperkirakan kinerja baik ekspor maupun impor akan mengalami penurunan pada April 2024.
Surplus yang menyusut terutama dipengaruhi oleh ketidakpastian perekonomian di global, juga hari kerja yang lebih pendek di dalam negeri karena adanya libur Lebaran. Lebih lanjut, penyusutan surplus juga akan dipengaruhi oleh penurunan nilai ekspor yang lebih besar dibandingkan impor.