Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Melorot ke Rp16.200, Ringgit Yen Cs Ikut Anjlok

Rupiah dan mata uang lainnya di kawasan Asia kompak melemah pada perdagangan hari ini, Kamis (25/4/2024).
Mata uang Yen Jepang. Dok Bloomberg
Mata uang Yen Jepang. Dok Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Mayoritas mata uang di kawasan Asia bergerak melemah pada awal perdagangan hari ini, Kamis (25/4/2024).

Nilai tukar rupiah dibuka melemah melampaui level Rp16.200 pada perdagangan Kamis (25/4/2024) meskipun Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan jadi 6,25%.

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka di level Rp16.215 per dolar AS, kemudian melemah 0,32% atau 51 poin ke level Rp16.206 per dolar AS pada pukul 09.38 WIB.

Pelemahan rupiah sejalan dengan mata uang lainnya di kawasan Asia yang juga melemah. Ringgit Malaysia  terpantau terkoreksi 0,15% ke 4,783 per dolar AS. Baht Thailand melemah 0,25% ke 37,168 baht per dolar AS. Adapun peso Filipina terkoreksi 0,59% ke 57,88 peso per dolar AS.

Sementara itu, yen Jepang melemah ke level 155,4 yen per dolar AS, won Korea Selatan terkoreksi 0,53%, dan dolar Taiwan melemah 0,17%.

Di sisi lain, dolar Hong Kong menguat tipis 0,03% dan dolar Singapura menguat 0,07%.

Pelemahan mata uang regional meningkatkan kemungkinan bagi bank-bank sentral di Asia untuk mengambil tindakan yang lebih tegas untuk membendung penurunan.

Melansir Bloomberg, tren ini terlihat dari swap won dan ringgit yang sudah menunjukkan sikap yang kurang dovish dari dua bank sentral setempat.

Kemungkinan bank sentral negara Asia bertindak juga diperkuat setelah BI secara mengejutkan menaikkan suku bunga acuan jadi 6,25%.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkap alasan Dewan Gubernur BI menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate di level 6,25% pada April 2024. 

"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 23 dan 24 April 2024 memutuskan untuk menaikkan BI Rate 25 basis poin menjadi sebesar 6,25%,” ujarnya dalam konferensi pers RDG BI, Rabu (17/1/2024).

Perry menyampaikan kenaikan suku bunga ini dipertimbangkan BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak memburuknya risiko global.

Hal ini juga sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025 sejalan dengan stance kebijakan moneter yang pro-stability. 

Perry menjelaskan, di sisi global, dinamika ekonomi keuangan berubah sangat cepat dengan risiko dan ketidakpastian yang meningkat.

Perkembangan ini utamanya disebabkan oleh perubahan arah kebijakan moneter AS dan memburuknya ketegangan geopolitik di Timur Tengah, salah satunya konflik Iran vs Israel. 

Risiko terkait arah penurunan FFR dan dinamika ketegangan geopolitik global menurut Perry harus dicermati karena dapat mendorong berlanjutnya ketidakpastian pasar keuangan global, meningkatnya tekanan inflasi, dan menurunnya prospek pertumbuhan ekonomi dunia. 

Kepala ekonom Asia di HSBC Holdings Plc Frederic Neumann mengatakan kenaikan BI Rate yang mengejutkan pasti akan membuat para gubernur bank sentral negara berkembang lainnya bersiap.

"Bahkan ketika inflasi telah dinormalisasi di sebagian besar wilayah Asia, momok penguatan dolar lebih lanjut membuat para gubernur bank sentral di wilayah ini bersikap defensif,” ungkap Neumann seperti dikutip Bloomberg.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper