Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Direktur PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) Garibaldi Thohir menargetkan operasional smelter aluminium Grup Adaro pada 2025.
Boy Thohir, sapaan akrab Garibaldi Thohir, menyampaikan terkait peluang pengembangan bisnis hijau, Adaro telah memulai konstruksi smelter aluminium di Kalimantan Utara, yang diperkirakan akan mencapai operasi komersial (COD) di tahun 2025.
"Smelter ini adalah langkah awal bagi Adaro untuk berpartisipasi dalam engembangan ekosistem ekonomi hijau di Indonesia," paparnya, mengutip Laporan Berkelanjutan ADRO, Rabu (24/4/2024).
Adaro juga senantiasa melakukan studi mengenai penggunaan energi baru terbarukan dalam berbagai aspek operasionalnya serta melakukan uji banding dengan perusahaan serupa di negara lain yang telah menerapkan hal tersebut.
Boy Thohir menambahkan pihaknya juga berkomitmen untuk berperan aktif dalam mendukung transformasi menuju ekonomi rendah karbon, menciptakan nilai jangka panjang, dan memastikan inisiatif keberlanjutan yang berdampak positif bagi lingkungan dan masyarakat di sekitarnya.
Pada tahun 2022, manajemen ADRO membuat keputusan strategis untuk mengklasifikasikan kembali bisnis-bisnis kami ke dalam tiga pilar, yakni Adaro Energy, Adaro Minerals, dan Adaro Green. Hal itu bertujuan untuk meletakkan landasan bagi pembangunan operasi terdiversifikasi dan mempersiapkan jalan demi menjamin keberlanjutan di jangka panjang.
Baca Juga
Munculnya ekonomi hijau adalah dasar dari keputusan Adaro untuk bertumbuh melalui bisnis non batu bara termal.
"Kami sedang mengembangkan lebih banyak produk yang akan berperan penting bagi ekonomi hijau masa depan, yang mendukung dekarbonisasi di berbagai sektor, khususnya sektor ketenagakerjaan dan transportasi," jelas Boy Thohir.
Sebelumnya, manajemen ADRO juga menyatakan melalui anak usahanya PT Adaro Minerals Indonesia Tbk. (ADMR), Grup Adaro menargetkan pengoperasian smelter aluminium secara bertahap mulai 2025.
Direktur Adaro Minerals Indonesia Wito Krisnahadi menyampaikan ADMR memiliki dua aset terbesar, yakni di Adaro MetCoal yang memproduksi coaking coal atau batu bara metalurgi dan proyek aluminium smelter yang digarap PT Kalimantan Aluminium Industry (KAI).
Saat ini, konstruksi proyek smelter aluminium dengan kapasitas produksi tahap I sebesar 500.000 ton ingot (batangan aluminium) terus berjalan. Diharapkan smelter beroperasi bertahap secara komersial (COD) mulai kuartal III/2025.
"Pembangunan smelter aluminium saat ini masih masif. Konstruksi sedang berjalan diharapkan COD bertahap pada kuartal III/2025 setengahnya [dari total kapasitas 500.000 ton]. Harapannya pada kuartal IV/2025 atau kuartal I/2026 mencapai full kapasitas produksi," paparnya di Jakarta, Rabu (20/3/2024).
Pengembangan smelter dilakukan seiring dengan proyek pembangkit listrik. Menurut Wito, smelter aluminium harus berjalan 24 jam penuh agar operasional efisien sehingga membutuhkan daya listrik yang besar.
Salah satu proyek terbesar yang sedang dijalankan Adaro ialah pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Mentarang Induk berkapasitas 1.375 MW. PLTA Mentarang Induk milik PT Kayan Hydropower Nusantara (KHN) merupakan PLTA terbesar di Indonesia. Perkiraan nilai investasi US$2,6 miliar atau sekitar Rp40,3 triliun (estimasi kurs Rp15.500 per dolar AS). Nantinya, PLTA akan memasok listrik 9 Terawatt jam (TWh) per tahun.
Dalam jangka panjang, smelter yang terletak di Kalimantan Industrial Park Indonesia (KIPI), Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara (Kaltara), tersebut dapat menghasilkan aluminium 1 juta ton per tahun untuk pengembangan tahap II, dan 1,5 juta ton per tahun untuk pengembangan tahap III.
Wito meyakini pasar aluminium sangat besar karena dibutuhkan banyak industri seperti otomotif, konstruksi, kemasan, baterai, hingga alat pertahanan. Untuk kepastian penjualan, Grup Adaro telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan salah satu trader yang siap menyerap aluminium ADMR hingga 70% dari total produksi.
"Bahkan berapapun yang kami produksi [aluminium] akan mereka serap. Cuma kalau trader kan lebih fokus untuk ekspor. Kami tentunya punya visi bantu pemerintah kurangi impor aluminium sehingga perlu jual juga ke dalam negeri. Kalau bisa juga ke pelanggan akhir [tidak hanya trader]," jelasnya.
Terkait potensi pelanggan akhir (end customer) sudah ada perusahaan otomotif yang siap menjadi pembeli aluminium ADMR. Namun, hingga saat ini masih dalam tahap penjajakan.
Di samping menjalankan proyek smelter aluminium, Wito menyampaikan Grup Adaro tentunya mencari peluang mineral/ logam lainnya. Harapannya ekspansi tersebut mendorong pendapatan dan laba ADRO, sekaligus berkontribusi bagi pemerintah dan masyarakat setempat, serta stake holder lainnya.
"Ke depannya kami berusaha melihat peluang lain di mineral lain dalam rangka support hilirisasi yang digaungkan pemerintah. Kami mengkaji mineral-mineral lain yang bisa memberikan sumbangsih besar baik ke pendapatan maupun bottom line Adaro," imbuhnya.