Bisnis.com, JAKARTA - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebutkan sejumlah faktor yang menekan IHSG dalam 2 pekan terakhir dan dana invesor asing keluar.
Pada perdagangan Rabu (3/4/2024), IHSG ditutup melemah 0,97% atau 70,14 poin menjadi 7.166,84. Sepanjang sesi, indeks bergerak di rentang 7.158-7.236.
IHSG pun semakin menjauh dari rekor tertingginya 7.433 yang diraih pada 14 Maret 2024. Dalam 2 pekan terakhir, investor asing pun cenderung melakukan penjualan saham dengan net sell Rp7,38 triliun. Jumlah net buy investor asing pun berkurang menjadi Rp20,86 triliun sepanjang 2024.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Irvan Susandy menyampaikan IHSG cenderung mengalami koreksi dalam 2 pekan terakhir di tengah arus keluar modal asing atau net sell.
"Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan IHSG dan net sell dalam beberapa waktu belakangan ini," ujarnya menjawab pertanyaan Bisnis, Rabu (3/4/2024).
Pertama, sidang Mahkamah Konstitusi terkait hasil Pemilu 2024 semakin memanas. Hasil pemilu 2024 telah diumumkan pada tanggal 20 Maret 2024 dan menetapkan pasangan Prabowo-Gibran sebagai pemenang.
Baca Juga
Akan tetapi, hingga saat ini kandidat calon presiden dan wakil presiden Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud masih menggugat kepada MK terkait tudingan politisasi bansos dan APBN yang dilakukan menjelang pemilu 2024. MK pun setuju untuk memanggil empat menteri kabinet Jokowi, yaitu Menko Perekonomian RI, Menkeu RI, Menko PMK RI, dan Mensos RI.
Kedua, OJK resmi mengakhiri kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan terdampak Covid-19 pada 31 Maret 2024. Berakhirnya kebijakan ini sejalan dengan pencabutan status pandemi Covid-19 oleh pemerintah pada Juni 2023. Hal ini juga didukung oleh aktivitas ekonomi masyarakat yang terus meningkat dengan terkendalinya inflasi dan tumbuhnya investasi.
Ketiga, masa pembagian dividen perusahaan tercatat yang disertai oleh repatriasi dividen. Cum date atau hari terakhir pembelian saham beberapa perusahaan tercatat besar, terutama pada sektor perbankan, jatuh pada bulan Maret 2024.
Emiten tersebut antara lain BBRI (13 Maret), BBNI (14 Maret), BMRI (19 Maret), dan BBCA (22 Maret). Hingga 26 Maret 2024, keempat bank tersebut merupakan 4 perusahaan yang mengalami net buy asing tertinggi sepanjang 2024. Namun, keempat saham tersebut mengalami penurunan harga yang cukup signifikan pada Senin (1/4/2024) ketika IHSG mengalami tekanan lebih dari 2%, yakni BBRI (-2,07%), BBNI (-4,24%), BMRI (-4,83%), dan BBCA (-2,23%).
"Pembagian dividen juga diiringi dengan masa repatriasi dividen dari dalam negeri kepada investor asing yang memegang saham dalam negeri. Hal ini turut menjadi faktor pelemahan rupiah," jelas Irvan.
Keempat, aktivitas transaksi yang cenderung menurun menjelang periode libur panjang. Tren aktivitas transaksi cenderung menurun khususnya mendekati libur Lebaran. Hal ini dikarenakan adanya peniadaan aktivitas transaksi sejak 8 April–15 April 2024.
Kelima, koreksi teknikal. 5. Aksi koreksi yang terjadi setelah akumulasi kenaikan berturut-turut (reli) yang sempat mendorong IHSG sebelumnya hingga mencetak all time high pada 14 Maret 2024 di level 7.433,32.
Keenam, data inflasi yang mengalami kenaikan. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan Maret mencapai 3,05% (yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 2,75% (yoy). Kenaikan inflasi bulan Maret 2024 salah satunya didorong oleh inflasi kelompok makanan, minuman, dan tembakau.
Ketujuh, mata uang rupiah mengalami tekanan yang cukup signifikan sepanjang 2024. Rupiah berdasarkan kurs JISDOR mengalami depresiasi sebesar 3,11% dari akhir 2023 hingga 2 April 2024.
Tekanan rupiah terhadap dolar AS juga dialami oleh mata uang negara-negara lainnya. Dollar index (DXY) tercatat mengalami kenaikan sebesar 3,44% per 2 April 2024 (YTD).
Pelemahan rupiah terhadap dolar AS dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: (i) tren penguatan dolar AS yang dipengaruhi oleh data-data ekonomi AS yang tetap solid di tengah inflasi yang masih tinggi sehingga kebijakan suku bunga AS diprediksi masih akan ditahan tinggi untuk sementara waktu.
Selanjutnya, (ii) eskalasi ketegangan geopolitik dan volatilitas yang mendorong penguatan dolar AS sebagai salah satu safe haven; (iii) masa repatriasi dividen dari dalam negeri.