Bisnis.com, JAKARTA - Harga komoditas batu bara telah menguat di tengah ancaman perlambatan pengiriman akibat kapal kargo yang menabrak jembatan Baltimore. Sementara harga CPO melemah, akibat ringgit yang menguat dan minyak nabati saingan yang melemah juga membebani pasar.
Berdasarkan data Bloomberg yang dikutip Rabu (27/3), harga batu bara berjangka kontrak April 2024 di ICE Newcastle pada perdagangan Selasa (26/3) menguat 1,74% atau 2,20 poin ke level US$128,50 per metrik ton.
Kemudian, kontrak pengiriman untuk Mei 2024 juga mengalami kenaikan sebesar 1,25% atau 1,60 poin ke level US$129,15 per metrik ton.
Mengutip Reuters, perusahaan kereta api dan batu bara mengatakan bahwa ekspor batu bara dari pelabuhan Baltimore yang sibuk di Amerika Serikat (AS) telah terganggu, menyusul runtuhnya jembatan yang ditabrak kapal kargo besar pada Selasa pagi waktu setempat (26/3).
Menurut perusahaan kereta api CSX, pelanggan batu baranya akan menghadapi potensi penundaan pengiriman setelah kecelakaan tersebut. Penjaga Pantai AS masih melakukan operasi pencarian dan penyelamatan.
Kemudian beralih ke Vietnam, negara di Asia Tenggara yang menjadi tuan rumah manufaktur besar perusahaan multinasional mencatatkan peningkatan impor batu bara sebesar dua kali lipat sepanjang tahun ini, jika dibandingkan pada 2023.
Baca Juga
Berdasarkan data bea cukai negara Vietnam, peningkatan tersebut terjadi seiring pemerintah yang berusaha untuk meyakinkan investor asing bahwa pabrik-pabrik tidak akan kembali mengalami kekurangan listrik seperti tahun lalu.
Adapun, sebelumnya, negara yang menjadi lokasi operasi manufaktur seperti Samsung Electronics, Foxconn dan Canon, menghadapi tekanan besar setelah negaranya tidak dapat menjamin pasokan listrik yang berkelanjutan, setelah gelombang panas berkepanjangan.
Harga CPO
Berikutnya, untuk harga CPO atau minyak kelapa sawit di Bursa Derivatif Malaysia pada April 2024 melemah 19 poin menjadi 4.333 ringgit per metrik ton. Kontrak acuan, Juni 2024, juga telah melemah 10 poin menjadi 4.237 ringgit per metrik ton.
Mengutip Reuters, harga minyak sawit berjangka telah menurun pada Selasa (26/3/2024) di tengah aksi ambil untung. Ringgit yang menguat dan minyak nabati saingan yang melemah juga membebani pasar.
“[Pasar kemungkinan akan] beristirahat setelah memperoleh keuntungan besar dari lambatnya peningkatan produksi di tengah kuatnya ekspor," jelas salah satu pendiri Palm Oil Analytics yang berbasis di Singapura Sathia Varqa.
Direktur pialang Comglobal Pte Ltd yang berbasis di Singapura, Pranav Bajoria, juga mengatakan bahwa harga minyak kelapa sawit terus menjadi lebih mahal dari minyak-minyak lainnya karena terbatasnya ketersediaan. Menurutnya, harga CPO yang lebih mahal dari minyak lainnya akan terus berlanjut dalam waktu dekat.
LSEG Agriculture Research dalam laporan mingguan yang diterbitkan senin (25/3) juga memproyeksi bahwa minyak kelapa sawit mungkin akan terus naik menuju level resisten 4.400-4.420 ringgit per ton pada minggu ini.
Berdasarkan data Bloomberg, mata uang Ringgit malaysia ditutup menguat 0,07% terhadap dolar AS pada Selasa (26/2). Ringgit yang menguat membuat minyak kelapa sawit kurang menarik bagi pemegang mata uang asing.