Bisnis.com, JAKARTA - PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) melalui anak usahanya PT Adaro Minerals Indonesia Tbk. (ADMR), menargetkan pengoperasian smelter aluminium secara bertahap mulai 2025. ADMR juga melihat peluang ekspansi sektor logam/ mineral lainnya.
Direktur Adaro Minerals Indonesia Wito Krisnahadi menyampaikan ADMR memiliki dua aset terbesar, yakni di Adaro MetCoal yang memproduksi coaking coal atau batu bara metalurgi dan proyek aluminium smelter yang digarap PT Kalimantan Aluminium Industry (KAI).
Saat ini, konstruksi proyek smelter aluminium dengan kapasitas produksi tahap I sebesar 500.000 ton ingot (batangan aluminium) terus berjalan. Diharapkan smelter beroperasi bertahap secara komersial (COD) mulai kuartal III/2025.
"Pembangunan smelter aluminium saat ini masih masif. Konstruksi sedang berjalan diharapkan COD bertahap pada kuartal III/2025 setengahnya [dari total kapasitas 500.000 ton]. Harapannya pada kuartal IV/2025 atau kuartal I/2026 mencapai full kapasitas produksi," paparnya di Jakarta, Rabu (20/3/2024).
Pengembangan smelter dilakukan seiring dengan proyek pembangkit listrik. Menurut Wito, smelter aluminium harus berjalan 24 jam penuh agar operasional efisien sehingga membutuhkan daya listrik yang besar.
Salah satu proyek terbesar yang sedang dijalankan Adaro ialah pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Mentarang Induk berkapasitas 1.375 MW. PLTA Mentarang Induk milik PT Kayan Hydropower Nusantara (KHN) merupakan PLTA terbesar di Indonesia. Perkiraan nilai investasi US$2,6 miliar atau sekitar Rp40,3 triliun (estimasi kurs Rp15.500 per dolar AS). Nantinya, PLTA akan memasok listrik 9 Terawatt jam (TWh) per tahun.
Baca Juga
Dalam jangka panjang, smelter yang terletak di Kalimantan Industrial Park Indonesia (KIPI), Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara (Kaltara), tersebut dapat menghasilkan aluminium 1 juta ton per tahun untuk pengembangan tahap II, dan 1,5 juta ton per tahun untuk pengembangan tahap III.
Wito meyakini pasar aluminium sangat besar karena dibutuhkan banyak industri seperti otomotif, konstruksi, kemasan, baterai, hingga alat pertahanan. Untuk kepastian penjualan, Grup Adaro telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan salah satu trader yang siap menyerap aluminium ADMR hingga 70% dari total produksi.
"Bahkan berapapun yang kami produksi [aluminium] akan mereka serap. Cuma kalau trader kan lebih fokus untuk ekspor. Kami tentunya punya visi bantu pemerintah kurangi impor aluminium sehingga perlu jual juga ke dalam negeri. Kalau bisa juga ke pelanggan akhir [tidak hanya trader]," jelasnya.
Terkait potensi pelanggan akhir (end customer) sudah ada perusahaan otomotif yang siap menjadi pembeli aluminium ADMR. Namun, hingga saat ini masih dalam tahap penjajakan.
Di samping menjalankan proyek smelter aluminium, Wito menyampaikan Grup Adaro tentunya mencari peluang mineral/ logam lainnya. Harapannya ekspansi tersebut mendorong pendapatan dan laba ADRO, sekaligus berkontribusi bagi pemerintah dan masyarakat setempat, serta stake holder lainnya.
"Ke depannya kami berusaha melihat peluang lain di mineral lain dalam rangka support hilirisasi yang digaungkan pemerintah. Kami mengkaji mineral-mineral lain yang bisa memberikan sumbangsih besar baik ke pendapatan maupun bottom line Adaro," imbuhnya.
Batu Bara Metalurgi
Grup Adaro juga mengincar peningkatan produksi dan penjualan batu bara metalurgi seiring dengan pertumbuhan industri mineral di Indonesia dan global.
Hendri Tamrin, Direktur Marketing PT Adaro Indonesia menjelaskan Grup Adaro akan terus mengembangkan coaking coal sebagai upaya diversifikasi dari batu bara termal. Sejumlah pelanggan utama batu bara metalurgi ADMR ialah Korea Selatan, Jepang, China, India, dan Indonesia.
"Tahun ini akan bertambah penjualan kami di dalam negeri karena pertumbuhan permintaan smelter di Sulawesi," paparnya.
Batu bara metalurgi memang dibutuhkan dalam industri logam, tidak seperti batu bara termal yang mayoritas untuk energi listrik dari PLTU. Dalam prosesnya, batu bara metalurgi dimasukkan ke oven untuk menghasilkan kokas. Kokas inilah yang digunakan dalam blast furnace bersama bijih besi untuk menghasilkan besi baja.
"Kami tidak masuk ke kokas tetapi coaking coal-nya. Produksi kokas Indonesia juga sedang bertumbuh dari tahun ini sekitar 10-13 juta ton menjadi 20 juta ton pada 2025-2026," jelasnya.
Wito menyampaikan ADMR juga menargetkan pertumbuhan produksi berkelanjutan batu bara metalurgi. Ke depannya, ADMR mengincar produksi 6 juta ton per tahun.
"Adaro MetCoal dari tahun lalu sudah melebihi target baik penjualan maupun produksinya," katanya.
Grup Adaro menargetkan volume penjualan sebesar 65 juta ton sampai 67 juta ton pada 2024. Perinciannya, yang meliputi 61 juta-62 juta ton batu bara termal, dan 4,9 juta-5,4 juta ton batu bara metalurgi dari anak usahanya, ADMR
ADRO sendiri mencatatkan volume penjualan yang mencapai 65,71 juta ton sepanjang 2023 atau naik 7% dibandingkan dengan target atau kinerja 2022.
Selanjutnya penjualan batu bara metalurgi melalui perusahaan anak, ADMR naik 39% menjadi 4,46 juta ton sepanjang 2023. Capaian itu melampaui target volume penjualan yang berkisar 3,8 juta-4,3 juta ton.