Bisnis.com, JAKARTA - Per Januari 2024, transaksi aset kripto dalam negeri tercatat sebesar Rp21,57 triliun saat pasar tersengat sentimen halving Bitcoin. Analis menilai sentimen halving tidak akan banyak mempengaruhi pertumbuhan transaksi.
CEO Triv Gabriel Rey menjelaskan para trader lebih banyak melakukan transaksi di luar negeri dibandingkan di dalam negeri. Hal itu berkaitan dengan pajak yang berlaku, di mana beberapa negara justru telah menghapuskan pajak sementara Indonesia memberlakukan pajak sebesar 0,21% per transaksi.
“secara sentimen memang yang membuat transaksi dalam negeri lebih rendah dari luar negeri karena pajak yang dikenakan cukup tinggi 0,21% per transaksi,” katanya kepada Bisnis, Kamis (14/3/2024).
Lebih lanjut, Gabriel berharap harapannya pemerintah memperhatikan dan menghilangkan pajak kripto seperti Thailand dengan PPh 0,01% yang akan membuat industri kripto lokal akan lebih bergeliat.
Terpisah, Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi Bappebti Tirta Karma Sanjaya menjelaskan faktor pajak memang menjadi yang krusial. Hal ini berkaitan dengan menjaga daya saing transaksi dengan luar negeri.
Saat ini, pihaknya dengan Aspakrindo akan membicarakan terkait ketentuan pajak kripto dengan Kementerian Keuangan.
Baca Juga
“Usulan dari pelaku itu setengahnya, jadi 0,05% dan 0,055%,” kata dia.
Seperti yang diketahui, sampai dengan Januari 2024, total transaksi yang tercatat sebesar Rp21,57 triliun atau naik 77,69% yoy dibandingkan dengan Januari 2023 sebesar Rp12,14 triliun.
“Sebenarnya Februari sudah naik transaksinya sekitar Rp30 triliun, jadi sudah mulai menaik, karena Bitcoin dan beberapa Altcoin sudah mulai naik, kita harapannya [transaksi] bisa kembali ke 2022,” kata Tirta.