Bisnis.com, JAKARTA - Bursa Efek Indonesia (BEI) akan segera meluncurkan instrumen investasi kontrak berjangka saham atau Single Stock Futures (SSF) dalam waktu dekat, sekitar April hingga Mei 2024.
Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik mengatakan, Single Stock Futures memiliki karakteristik yang berbeda dengan saham, sehingga investor masih bisa mendulang cuan meskipun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sedang lesu atau bearish.
“Ini adalah salah satu produk atau instrumen yang bisa digunakan oleh investor untuk bisa mendapatkan keuntungan, baik pada saat market sedang bullish maupun sedang bearish,” kata Jeffrey dalam Seminar Edukasi BEI, Jumat (15/3/2024).
Lebih lanjut dia mengatakan, ada lima saham yang menjadi underlying dari Single Stock Futures, di antaranya yaitu PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM), PT Astra International Tbk. (ASII), dan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA).
“Masing-masing saham tersebut ada 3 periode kontrak, yaitu 1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan, sehingga total akan ada 15 seri yang akan diluncurkan," ujarnya.
Menurutnya, seiring dengan Single Stock Futures, BEI memberi kesempatan bagi para investor untuk bisa menerapkan strategi baru dalam bertransaksi saham-saham yang ada di Indeks LQ45 dengan inisial modal yang jauh lebih ringan, serendah-rendahnya 4%.
Baca Juga
Kepala Divisi Pengembangan Bisnis 1 BEI Firza Rizqi Putra menambahkan, dalam Single Stock Futures ada kontrak yang disepakati antara dua belah pihak yang menjual atau membeli suatu saham dengan harga dan jangka waktu tertentu. Kontrak itu terbagi menjadi dua, yakni kontrak beli (long) dan kontrak jual (short).
Penjelasannya, investor “Long” Futures akan mendapatkan keuntungan apabila harga spot naik. Karena investor telah mengunci harga beli (harga matched) yang lebih rendah dibandingkan harga di pasar (harga spot) yang lebih tinggi.
Sementara itu, investor “Short” Futures akan mendapatkan keuntungan apabila harga spot turun. Karena investor telah mengunci harga jual (harga matched) yang lebih tinggi dibandingkan harga di pasar (harga spot) yang lebih rendah.
"Investor yang mempunyai portofolio atas saham tersebut bisa melakukan lindung nilai ketika market turun bisa langsung jual atau ambil short position. Nah, jadi bisa mendapatkan keuntungan ketika market sedang turun," jelas Firza.
Perbedaannya, jika dalam saham, investor menggelontorkan modal 100% dari nilai transaksi untuk membeli suatu saham. Sementara dalam SSF, investor hanya perlu mengeluarkan modal berkisar 4%-20% dari nilai transaksi atau harga saham underlying.
Realisasi keuntungan pun berbeda, jika dalam saham, investor dapat memperoleh keuntungan saat menjual saham, lain halnya dengan SSF yang mengacu pada kondisi pasar setiap harinya. Transaksi Single Stock Futures pun hanya bisa dilakukan di pasar reguler.
Dari segi biaya transaksi, untuk SSF sebesar Rp1.600 per kontrak, sedangkan saham sebesar 0,03% dari nilai transaksi. Adapun dari sisi penyelesaian transaksi, jika saham berupa physical settlement (T+2), sedangkan SSF berupa cash settlement (T+1).