Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Ditutup Melemah Rp15.719 per Dolar, Tunggu Sentimen Ekonomi AS

Mata uang rupiah ditutup melemah ke posisi Rp15.719 per dolar AS pada perdagangan hari ini, Kamis (29/2/2024).
Pegawai merapikan uang Rupiah di kantor cabang BNI, Jakarta, Rabu (28/9/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha
Pegawai merapikan uang Rupiah di kantor cabang BNI, Jakarta, Rabu (28/9/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Mata uang rupiah ditutup melemah ke posisi Rp15.719 per dolar AS pada perdagangan hari ini, Kamis (29/2/2024). Pasar saat ini menantikan rilis data indeks PCE atau harga belanja personal sebagai indikator keputusan suku bunga The Fed. 

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah ditutup turun 0,17% atau 27 poin ke posisi Rp15.719 per dolar AS. Sementara itu indeks dolar tercatat sebesar 103,76 atau tergelincir 0,14%. 

Sejumlah mata uang kawasan Asia lainnya bergerak menguat terhadap dolar AS. Yen Jepang menguat 0,64%, dolar Hong Kong mengiat 0,02%. dolar Singapura menguat 0,13%, won Korea naik 0,17%, peso Filipina naik 0,08%, rupee India menguat 0,01%, ringgit Malaysia menguat 0,28% dan baht Thailand naik 0,33%. 

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan fokus saat ini tertuju pada data indeks harga PCE, ukuran inflasi pilihan The Fed, yang akan dirilis hari ini.

Angka tersebut diperkirakan akan menegaskan kembali bahwa inflasi AS masih stabil di bulan Januari, terutama menyusul angka inflasi konsumen yang lebih tinggi dari perkiraan pada bulan tersebut. 

Angka tersebut juga muncul setelah pejabat Fed John Williams dan Raphael Bostic mengatakan bank sentral perlu melakukan lebih banyak upaya untuk mencapai inflasi guna memenuhi target bank sebesar 2%. 

“Komentar mereka, yang muncul setelah serangkaian peringatan serupa dari pejabat lain, menambah keraguan atas ekspektasi bahwa The Fed akan mulai memangkas suku bunga pada awal tahun 2024,” kata Ibrahim dalam riset harian, Kamis (29/2/2024). 

Selain itu, anggota BOJ Hajime Takata mengatakan pada hari Kamis bahwa bank sentral harus mempertimbangkan jalan keluar dari kebijakan ultra-longgarnya. Takata menyerukan diakhirinya pengendalian kurva imbal hasil dan suku bunga negatif BOJ, dengan alasan kemajuan dalam mencapai target inflasi bank sentral sebesar 2%. 

Dari sisi internal, Inflasi pada Februari 2024 diperkirakan meningkat, baik secara tahunan maupun dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Inflasi Februari 2024 diperkirakan akan mencapai 0,24% secara bulanan (month-to-month/mtm) atau 2,62% secara tahunan (year-on-year/yoy), meningkat dari bulan sebelumnya yang tercatat 0,04% mtm atau 2,57% yoy. 

Inflasi pada periode tersebut akan didorong oleh inflasi pada komponen inti dan harga bergejolak (volatile food).  Inflasi inti diperkirakan akan mencapai 1,7% yoy, meningkat dari bulan sebelumnya yang sebesar 1,68% yoy. 

Di sisi lain, Inflasi inti yang cenderung stabil hingga Februari 2024 mengindikasikan ekspektasi inflasi terjangkar dengan tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia saat ini. Namun, inflasi umum pada akhir 2024 diperkirakan akan berkisar 3,0-3,5% yoy.

Sementara itu, untuk perdagangan besok Jumat (1/3/2024), Ibrahim memproyeksikan mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang  Rp15.700 - Rp15.750 per dolar AS. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Artha Adventy
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper