Bisnis.com, JAKARTA - Bursa Efek Indonesia (BEI) telah merombak konstituen indeks IDX High Dividend 20 yang berlaku efektif per hari ini, Senin, (5/2/2024) hingga 4 Februari 2025. Analis menyoroti saham-saham royal dividen seperti BBCA, ADRO, hingga ASII jelang musim dividen, usai sejumlah emiten merilis laporan keuangan 2023.
Head of Retail Research Sinarmas Sekuritas Ike Widiawati mengatakan, saham-saham perbankan seperti BBCA, BBRI, BMRI, dan BBNI sebagai penghuni IDX High Dividend 20 masih akan mendapatkan sentimen positif dari penurunan suku bunga Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed).
Adapun, sederet bank jumbo tersebut menorehkan pertumbuhan laba dobel digit pada 2023. Misalnya, Bank Mandiri (BMRI) telah membukukan laba bersih sebesar Rp55,06 triliun pada 2023, naik 33,73% secara tahunan (year on year/yoy). Adapun BCA (BBCA) meraup laba bersih Rp48,63 triliun pada 2023, naik 19,4% yoy.
Berikutnya, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) membukukan laba bersih konsolidasi Rp60,09 triliun, naik 17,43% yoy. Selain itu, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) membukukan laba bersih konsolidasi Rp20,9 triliun, naik 14,14% yoy.
“Rilis laporan keuangan 2023 BBCA, BBNI, BBRI, dan BMRI labanya tumbuh dobel digit. Jadi untuk pembagian dividen 2023 kemungkinan akan dibagikan kisaran Maret-April 2024," ujar Ike dalam Sinarmas Sekuritas Market Outlook, Senin, (5/2/2024).
Baca Juga
Menurutnya, seiring dengan potensi penurunan suku bunga The Fed tahun ini, saham perbankan secara industri masih memiliki prospek positif. Selain itu, saham perbankan juga minim risiko dividend trap atau harga saham anjlok setelah ex dividend.
"Sektor perbankan industrinya dan kondisi fundamental masih cukup baik, ekspektasi dividen per lembar saham masih baik. Apakah dividend trap akan terjadi untuk saham perbankan? kemungkinannya kecil, relatif lebih aman untuk investasi jangka panjang," katanya.
Beralih ke sektor batu bara, menurutnya saham-saham batu bara seperti ADRO, PTBA, dan UNTR sebagai penghuni IDX High Dividend 20 masih berisiko terdampak pelemahan harga batu bara.
Ike mengatakan harga batu bara turun hingga di bawah US$120 per ton atau level terendah sejak Mei 2021 karena kelebihan pasokan (oversupply) di pasar batu bara China, sedangkan permintaannya masih terbatas.
Menurutnya, meski ada kemungkinan besar saham batu bara seperti ADRO, PTBA dan UNTR membagikan dividen, namun tidak disarankan untuk menyimpan sahamnya dalam waktu lama, karena secara industri masih berisiko.
"Kalaupun mau memanfaatkan dividen, hati-hati karena kinerjanya turun, industri batu bara juga masih kurang baik. Takutnya walaupun dividen yield-nya tinggi, pasca mereka bagi dividen itu harga sahamnya lagi-lagi anjlok turun," kata Ike.
Hal yang sama juga berlaku untuk saham emiten konglomerasi PT Astra International Tbk. (ASII) sebagai salah satu emiten royal dividen. Menurutnya saham ASII masih berisiko dengan masuknya produsen mobil listrik asal China, BYD yang dikhawatirkan menggerus pangsa pasar ASII.
"Jadi untuk ASII walaupun dia masuk di index High Dividen 20, ya mungkin boleh-boleh saja dari sisi teknikal rebound untuk beli ya. Tapi bukan untuk di hold jangka panjang, karena dari sisi fundamental akan terdampak dengan adanya BYD," pungkasnya.
-----------
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.