Bisnis.com, JAKARTA — Saham di sektor consumer non-cyclicals dan telekomunikasi yang digadang-gadang akan menguat pada tahun politik Pemilu 2024 justru membukukan rapor merah pada periode berjalan tahun ini.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga Rabu (17/1/2024), indeks sektor consumer non-cyclicals melemah 2,32% secara year-to-date (ytd) sedangkan saham sektor infrastruktur yang menaungi emiten-emiten telekomunikasi juga melemah 2,71% ytd.
Senior Portfolio Manager, Equity Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Samuel Kesuma menilai faktor yang menyebabkan saham consumer staples melemah yakni karena terjadi pelemahan daya beli masyarakat kalangan bawah.
“Kalau untuk consumer non-cyclicals memang basically kelihatan ada pelemahan daya beli di konsumen segmen bawah. Nah, ini dampaknya yang memang masih di-underestimate oleh pasar pada tahun lalu,” ujar Samuel dalam Market Outlook MAMI 2024, Kamis, (18/1/2024).
Menurutnya, masyarakat kalangan bawah mengalami tekanan dari pendapatan atau income yang tidak bertumbuh, di tengah faktor-faktor lain yang mempengaruhi seperti inflasi dan lain sebagainya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi IHK pada Desember 2023 tercatat rendah sebesar 0,41% (month-to-month/mtm) sehingga inflasi IHK 2023 menjadi 2,61% (year-on-year/yoy). Perkembangan inflasi 2023 ini lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahun 2022 yang tercatat sebesar 5,51% yoy.
"Dari segi permintaannya itu lebih lemah dari ekspektasi, terjadi down trading dan akhirnya market atau konsensus harus melakukan downgrade terhadap ekspektasi pertumbuhan laba emiten di periode-periode berikutnya untuk sektor consumer staples atau non-cyclicals," kata dia.
Beberapa saham consumer staples tercatat mengalami pelemahan seperti emiten Grup Salim, PT Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF) turun 1,16% ytd ke level Rp6,375 per Kamis, (18/1/2024). Selain itu, saham PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. (AMRT) dan PT Midi Utama Indonesia Tbk. (MIDI) masing-masing turun 9,56% dan 7,91% ytd.
Sementara itu, untuk saham telekomunikasi, menurut Samuel meskipun kinerja sahamnya melemah, namun secara fundamental terlihat cukup baik dengan mayoritas mencatatkan kenaikan laba bersih.
"Salah satu penyebab pelemahan sahamnya adalah volatilitas di ekspektasi suku bunga. Karena telekomunikasi ini salah satu sektor yang cukup sensitif dengan pergerakan suku bunga," jelasnya.
Dia mengatakan, pada akhir tahun 2023 pasar optimistis bahwa The Fed akan memangkas suku bunga pada Maret 2024, namun tiba-tiba muncul pernyataan hawkish dari The Fed sehingga pasar masih menunggu arah suku bunga ke depannya. Menurutnya, jika arah suku bunga mulai jelas, maka kinerja saham-saham telekomunikasi akan meningkat.
"Telekomunikasi juga satu sektor yang kami cukup suka. Karena selain fundamental stabil, kompetisinya juga cukup ringan ya di sektor ini, dan biasanya di masa-masa Pemilu ini, harusnya konsumsi data juga akan ada peningkatkan ya," jelas Samuel.
Beberapa saham menara telekomunikasi yang melemah yaitu TBIG turun 9,57% ytd, TOWR turun 5,05% ytd, dan MTEL turun 4,26% ytd. Sedangkan saham TLKM, EXCL, dan ISAT masih mencatatkan penguatan secara ytd.
Adapun, MAMI memproyeksikan sejumlah sektor saham potensial yang akan diuntungkan dari penurunan suku bunga yaitu telekomunikasi, perbankan, properti, dan energi baru terbarukan (EBT).
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.