Bisnis.com, JAKARTA — Indeks saham sektor konsumer di Bursa Efek Indonesia (BEI) tertahan di teritori negatif di sepanjang tahun berjalan (year-to-date/YTD). Analis menilai pelemahan nilai tukar rupiah menjadi salah satu tantangan emiten sektor konsumer pada awal tahun ini.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks Consumer Non-Cyclicals mengalami penurunan 3,76% ytd menjadi 702,05. Sedangkan indeks Consumer Cyclicals turun lebih dalam lagi sebesar 5,56% ytd ke level 788,47.
Sementara itu, siang ini saham-saham konsumer terpantau bergerak variatif. Saham PT Alfaria Trijaya Tbk. (AMRT) mengalami kenaikan 2,01% menjadi Rp3.040 pada Selasa (11/2/2025) pukul 11.14 WIB.
Selanjutnya saham PT Janu Putra Sejahtera Tbk. (AYAM) menguat 1,38% menjadi Rp147 dan saham PT Supra Boga Lestari Tbk. (RANC) melesat 7,43% menjadi Rp535.
Di sisi lain, saham PT Era Mandiri Cemerlang Tbk. (IKAN) turun 8,89% menjadi Rp41, saham PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. (JPFA) melemah 3,32% menjadi Rp302.
Saham PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVER) juga tergerus 2,99% menjadi Rp1.460 dan saham PT Malindo Feedmill Tbk. (MAIN) turun 2,67% menjadi Rp730.
Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia Abdul Azis Setyo Wibowo mengatakan bahwa emiten konsumer terpengaruh oleh fluktuasi nilai tukar rupiah, terutama emiten yang produknya atau raw material dari impor.
"Hal ini terlihat pada pergerakan harga sahamnya yang masih dalam fase turun," katanya kepada Bisnis, baru-baru ini.
Melansir data Bloomberg, nilai tukar rupiah saat ini telah sebesar Rp16.369 per dolar AS atau turun 0,07% hingga pukul 11.24 WIB pada Selasa (11/2/2025).
Di sisi lain, dia mengatakan bahwa inflasi yang lebih rendah juga bisa menandakan daya beli masyarakat yang menurun dan bisa mempengaruhi kinerja emiten ritel dan konsumer.
"Meski melihat data komponen inflasi saat ini cenderung lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya seperti Januari 2023 ataupun Januari 2024," ujarnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), capaian inflasi Januari 2025 secara tahunan atau year on year (YoY) sebesar 0,76%, jumlah ini jauh di bawah inflasi Januari 2024 yang mencapai 2,61% YoY.
Lebih lanjut, dia melihat secara data inflasi pada komponen F&B, pakaian (clothing), dan peralatan rumah tangga (household equipment) masih stabil dan masih berada pada inflasi bukan deflasi.
"Hal ini mencerminkan daya beli dari komponen tersebut masih terjaga, hal ini juga didorong oleh momentum Nataru [Natal dan Tahun Baru 2025] dan momen Imlek," tambahnya.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.