Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top 5 News BisnisIndonesia.id: Divestasi INCO hingga PPN DTP Properti Diperluas

Berita tentang divestasi saham INCO bersama sejumlah berita lainnya menjadi berita pilihan editor BisnisIndonesia.id.
Top 5 News. Sumber: Canva.
Top 5 News. Sumber: Canva.

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Indonesia dipastikan bakal menjadi pemegang saham mayoritas PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) setelah proses pelepasan (divestasi) sisa saham perusahaan tambang nikel asal Brasil itu tuntas.

Berita tentang divestasi saham INCO menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, sejumlah berita menarik lainnya turut tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id.

Berikut ini highlight Bisnisindonesia.id, Kamis (9/11/2023):

1. Hitung Mundur Saham Mayoritas Vale (INCO) dalam Genggaman RI

Kendati negosiasi antara PT Mineral Industri Indonesia (Persero) atau MIND ID dengan para pemegang saham INCO berlangsung alot dan diketahui masih terus berjalan, nasib kelanjutan sisa kewajiban divestasi saham INCO itu sejatinya kini tinggal menunggu keputusan final dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Sejauh ini, baik Vale maupun holding pertambangan PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID) diketahui telah menyepakati sejumlah poin krusial, terutama menyangkut pembagian hak para pemegang saham setelah proses divestasi tuntas.

Seperti yang selalu disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, kewenangan Kementerian ESDM hanya sebatas perpanjangan izin konsesi tambang, sementara persoalan divestasi saham menjadi kewenangan Kementerian BUMN.

Kendati demikian, Arifin menegaskan bahwa Pemerintah RI akan menjadi pemilik saham mayoritas PT Vale Indonesia Tbk. setelah terjadinya proses divestasi saham perusahaan tambang nikel tersebut.

“Pokoknya mayoritas-lah Indonesia,” ujar Arifin seusai rapat di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (8/11/2023).

 

2. 3 Saham IPO dan Prospeknya ke Depan

Bursa Efek Indonesia (BEI) menghimpun total dana IPO Rp53,88 triliun hingga hari ini, Rabu (8/11/203), seiring dengan listingnya 3 emiten baru, yakni PT Kian Santang Muliatama Tbk. (RGAS), PT Mastersystem Infotama Tbk. (MSTI), dan PT Ikapharmindo Putramas Tbk. (IKPM).

Direktur Utama BEI Iman Rachman mengatakan, terdapat 74 perusahaan yang telah mencatatkan sahamnya di BEI tahun ini, dengan dana yang dihimpun Rp53,11 triliun.

Dengan listingnya saham RGAS, MSTI dan IKPM hari ini, maka fund rise di BEI akan menembus Rp53,88 triliun. Dan mengantarkan jumlah total perusahan tercatat di Bursa menjadi 902 perusahaan.

Sementara itu, lanjut Iman, apabila pihaknya terus mencermati kondisi jumlah perusahaan tercatat di berbagai bursa global per September 2023, mayoritas masih mengalami pertumbuhan walaupun di level 1-3%.

"Dan pertumbuhan tertinggi yang masih tercatat di bursa kita dengan peningkatan sebesar 7,9%," kata Iman dalam CEONetworking, Selasa (7/11/2023).

Selanjutnya, kata dia, berdasarkan EY Global IPO Trends kuartal III/2023, BEI berada pada peringkat kelima dari sisi jumlah IPO secara bursa global dan peringkat ke-7 dari sisi raihan dana.

 

3. Dua Instrumen Segera Meluncur, BI Siap Jaga Stabilitas Rupiah

Bank Indonesia (BI) akan menerbitkan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) dalam merespons ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi saat ini.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Edi Susianto Bank Indonesia (BI) menyampaikan bahwa penerbitan kedua instrumen tersebut sebagai upaya untuk mendorong pendalaman pasar keuangan dan menghadirkan instrumen jangka pendek yang menarik bagi investor.

Menurutnya, upaya tersebut diperlukan seiring dengan meningkatnya tekanan di pasar keuangan domestik. Saat ini, imbuhnya, terjadi fenomena risk premia, di mana tingkat imbal hasil surat utang negara mengalami peningkatan dalam merespons volatilitas global. 

Kenaikan yield surat utang negara, terutama yield US Treasury yang naik ke level tertinggi, menyebabkan gejolak di pasar surat berharga banyak negara. Akibatnya, investor beralih ke aset yang lebih likuid dan berjangka pendek. Kondisi ini pun memicu tekanan nilai tukar mata uang banyak negara, termasuk rupiah. 

Edi menilai dampak dari volatilitas global yang besar di pasar keuangan domestik, juga dipicu salah satunya oleh pasar uang domestik yang masih dangkal.

 

4. Siasat Leasing Jaga Kredit Macet di Era Suku Bunga Tinggi

Perusahaan pembiayaan (multifinance) atau leasing bersiap menjaga profil risiko kredit macet (non-performing financing/NPF) di tengah era suku bunga tinggi dan menjelang momentum pesta pemilihan umum (pemilu) 2024. Rapor perbaikan rasio NPF di industri ini juga mulai terlihat.

Jika diperhatikan sejak awal tahun hingga September 2023, titik terendah rasio NPF multifinance berada pada posisi Februari 2023 sebesar 2,36% dan tertinggi pada Juli 2023 di level 2,69%. Namun, rasio NPF di industri multifinance masih aman dari batas ambang 5% ketentuan regulator.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menyebut profil risiko multifinance terjaga dengan rasio NPF net sebesar 0,68% pada September 2023, lebih rendah dari Agustus 2023 sebesar 0,76%. Sementara itu, NPF gross berada di angka 2,59%, turun jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 2,66%.

Seiring dengan perbaikan rasio NPF hingga sembilan bulan pertama 2023. Lantas, bagaimana dengan kondisi NPF di pemain leasing?

 

5. Menanti Gerak Gesit Implementasi Insentif PPN DTP Properti

Para pengembang properti semringah angin segar yang diberikan pemerintah berupa insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP) untuk hunian dengan harga hingga Rp5 miliar. Kendati demikian, hingga saat ini insentif tersebut belum dilaksanakan karena pengembang masih menunggu sosialisasi dan detail aturan stimulus PPN DTP. 

Adapun sebelumnya pemerintah memberikan insentif PPN DTP sebesar 100% atau bebas PPN terhadap hunian ready stock atau siap huni hingga Rp2 miliar. Meskipun penerima insentif PPN DTP diperluas untuk pembelian rumah hingga Rp5 miliar, stimulus bebas PPN yang berikan tetap sebatas Rp2 miliar. 

Artinya, apabila membeli rumah dengan harga Rp2 miliar, maka PPN 100% ditanggung oleh pemerintah. Namun jika membeli rumah dengan harga Rp5 miliar, maka pemerintah tetap memberikan insentif PPN namun dengan batas Rp2 miliar saja sehingga konsumen hanya membayar PPN sebesar 11% untuk sebesar Rp3 miliar. 

Pemberian insentif tersebut berlaku mulai bulan ini yakni November 2023 hingga Desember 2024. PPN DTP diberlakukan 100% untuk periode November 2023 hingga Juni 2024. Selanjutnya, mulai Juli 2024 hingga Desember 2024, PPN DTP yang diberikan adalah sebesar 50%.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper