Bisnis.com, JAKARTA - Ombudsman akan memanggil Kementerian Pertanian (Kementan) dan seluruh pihak terkait untuk pemeriksaan penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) bawang putih, termasuk di antaranya yang akan dimintai keterangan yakni Direktur Jenderal Hortikultura.
Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika mengatakan pihaknya akan mulai memeriksa penerbitan RIPH bawang putih dan pelaksanaan syarat wajib tanam. Adapun persoalan yang menjadi sorotan saat ini adalah penerbitan RIPH oleh Kementan yang jauh melampaui kuota impor tahunan.
"Minggu depan mungkin kami nanti akan memulai pemeriksaan RIPH dan wajib tanam," ujar Yeka saat ditemui di Kantor Ombudsman, Selasa (31/10/2023).
Kementan disebut telah menerbitkan RIPH bawang putih tahun ini hingga 1,1 juta ton, sedangkan kuota impor (SPI) yang ditetapkan dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas) per 25 Januari 2023 sebanyak 561.900 ton.
Menurutnya, selisih yang terlalu jauh itu, membuat importir yang mengajukan izin impor kepada Kemendag melampaui dari kuota impor yang diperlukan. Pasalnya, RIPH menjadi salah satu syarat untuk penerbitan SPI di Kementerian Perdagangan.
"Buat apa menerbitkan RIPH banyak-banyak. Jadi disesuaikan," katanya.
Baca Juga
Selain itu, Ombudsman juga akan memeriksa pelaksanaan dan pengawasan wajib tanam yang menjadi syarat bagi importir untuk membeli bawang putih dari luar negeri. Namun, selama ini, RIPH maupun SPI diberikan kepada importir sebelum wajib tanam dilakukan.
Menurut Yeka, sistem tersebut berisiko pada tindakan kecurangan importir nakal dengan mendirikan perusahaan cangkang. Dikhawatirkan, importir nakal yang mendapat izin impor justru tidak melakukan wajib tanam yang disyaratkan.
"Bahkan kami akan cek sampai ke lokasi lahan wajib tanam benar atau tidak," ungkap Yeka.
Yeka menegaskan pembenahan impor bawang putih perlu dilakukan menyeluruh, tidak hanya di tingkat penerbitan izin impor. Namun, pembenahan penerbitan RIPH dan syarat lainnya menjadi penting untuk transparansi data dan kelancaran proses impor.
"Teknisnya nanti kami akan segera meminta keterangan Dirjen Hortikultura semoga kooperatif agar tata kelola RIPH jadi lebih baik," tutur Yeka.
Berdasarkan catatan Bisnis, Selasa (24/10/2023), Ketua BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bidang Pertanian, Perkebunan dan Peternakan, Hadi Nainggolan menyebut adanya importir dengan sengaja membuat perusahaan baru hanya untuk sekadar mendapat persetujuan impor.
Setelah izin impor didapat dan impor dilakukan, kata Hadi, perusahaan tersebut segera membubarkan diri.
"Yang lalu banyak perusahaan baru setelah dapat persetujuan impor terus dibubarkan, wajib tanam tidak dijalankan," ungkap Hadi saat dihubungi.
Sebelumnya, mantan Plt. Menteri Pertanian Arief Prasetyo Adi mengatakan penerbitan RIPH di tahun depan bakal dibatasi maksimal 650.000 ton.
Saat Arief menjabat sebagai Plt. Mentan dirinya mengusulkan agar Kementan memprioritaskan RIPH kepada importir yang sudah melakukan wajib tanam sebanyak 4-5 kali. Semakin banyak melakukan penanaman, semakin banyak pula kuota yang akan diberikan kepada importir terkait.
"Dahulu RIPH itu diberikan setelah wajib tanam, sekarang, hari ini ada kebijakan [RIPH] duluan baru tanam. Tapi ke depan kita pengen pengusaha yang sudah wajib tanam beberapa kali kita berikan kuota RIPH lebih banyak, fair dong," ujar Arief.