Bisnis.com, JAKARTA – Konflik di Timur Tengah antara Israel dan kelompok Islamis Palestina, Hamas, yang memicu lonjakan harga minyak saat ini menjadi sorotan.
Pada Senin (9/10/2023), harga minyak tercatat naik lebih dari US$3 per barel di perdagangan Asia, yang dipicu oleh konflik tersebut. Konflik Palestina-Israel berpotensi meningkatkan ketidakpastian situasi politik di Timur Tengah dan meningkatkan kekhawatiran terkait pasokan.
Tercatat, minyak mentah brent naik US$3,10 atau 3,67 persen menjadi US$87,68 per barel pada pukul 11.00 WIB. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate AS berada di US$86,05 per barel, naik US$3,26 atau 3,94 persen.
"Meningkatnya risiko geopolitik di Timur Tengah dapat mendorong harga minyak... diperkirakan memicu volatilitas yang lebih tinggi," kata para analis dari ANZ Bank dalam sebuah laporan, yang dilansir melalui Reuters, Senin (9/10/2023).
Lonjakan harga minyak tersebut membalikkan tren penurunan pada pekan lalu, di mana brent turun sekitar 11 persen, yang terdalam sejak Maret.
Untuk diketahui, Hamas pada hari Sabtu (7/9) meluncurkan serangan militer terbesar ke Israel dalam beberapa dekade, menewaskan ratusan warga Israel dan memicu gelombang serangan udara Israel di Gaza yang juga telah menewaskan lebih dari 400 orang.
Baca Juga
“Risiko pada minyak meningkat karena prospek konflik yang lebih luas yang dapat menyebar ke negara-negara penghasil minyak utama di dekatnya seperti Iran dan Arab Saudi," kata analis energi Saul Kavonic.
Meletusnya konflik tersebut juga mengancam gagalnya upaya AS untuk menengahi pemulihan hubungan antara Arab Saudi dan Israel, di mana Saudi akan menormalisasi hubungan dengan Israel sebagai imbalan atas kesepakatan pertahanan antara Washington dan Riyadh.
Para pejabat Saudi dilaporkan telah menyampaikan kepada Gedung Putih pada Jumat bahwa mereka bersedia meningkatkan produksi tahun depan sebagai bagian dari kesepakatan yang diusulkan dengan Israel.
Peningkatan produksi Saudi akan membantu meringankan pengetatan setelah berbulan-bulan pengurangan pasokan dari produsen utama Arab Saudi dan Rusia.
Normalisasi hubungan Saudi-Israel kemungkinan akan menghambat kemajuan baru-baru ini menuju kesepakatan damai antara Arab Saudi dan Iran, yang secara terbuka memuji serangan Hamas.
Para analis khawatir pasokan minyak dapat tersendat jika Iran terseret ke dalam konflik.
“Jika konflik menyelimuti Iran... hingga 3 persen dari suplai minyak global terancam. Dan jika konflik yang lebih luas terjadi yang akhirnya berdampak pada transit melalui Selat Hormuz, sekitar 20 persen pasokan minyak global dapat terancam,” kata Kavonic.