Bisnis.com, JAKARTA - Emiten produsen nikel, PT Trimegah Bangun Persada Tbk. (NCKL) atau Harita Nickel menyebutkan potensi Indonesia dalam industri kendaraan listrik (electric vehicle/ EV) karena tingginya cadangan nikel.
Presiden Direktur Harita Nickel Roy A. Arvandy. memaparkan soal potensi Indonesia untuk membangun ekosistem kendaraan listrik secara terintegrasi karena RI memiliki cadangan nikel besar yang mencapai 17 miliar ton.
“Ini saya rasa satu kontribusi yang besar nanti buat depan industri EV dan baterai EV di Indonesia,” ujarnya.
Roy menyampaikan hal tersebut dalam acara Katadata Sustainability Action for The Future Economy (SAFE 2023) di Jakarta, Selasa (26/9). Dia adalah salah satu narasumber diskusi panel bertema “Building a Sustainable Ecosystem for EV Production”. Hadir pula narasumber lain, yaitu COO Hyundai Motors Indonesia Franciscus Soerjopranoto
Harita Nickel sendiri adalah perusahaan yang fokus kepada produksi nikel sulfat dan kobalt sulfat. Dua komoditas ini penting untuk menjadi bahan baku pembuatan precursor yang selanjutnya diolah menjadi katoda, hingga akhirnya menjadi baterai.
Namun, sejauh ini Indonesia belum memiliki pabrik precursor. Alhasil, imbuh Roy, nikel sulfat dan kobalt sulfat yang diproduksi Harita Nickel 100 persen harus diekspor.
Baca Juga
Harita Nickel berharap ada investor yang masuk dan berminat membangun pabrik precursor. Hal ini menjadi penting demi mengisi kekosongan rantai produksi baterai kendaraan listrik.
Secara umum, dukungan pemerintah serta kolaborasi dengan pihak swasta merupakan hal krusial untuk menciptakan ekosistem kendaraan listrik yang terintegrasi dari hulu ke hilir.
Sementara itu, Direktur Pemasaran Wuling Motors Indonesia Dian Asmahani mengatakan, dari segi regulasi, pemerintah terus mendorong proses elektrifikasi. Hal ini terbukti melalui kehadiran sejumlah kebijakan terkait kendaraan listrik sejak 2019.
“Potensi (kendaraan Listrik) ke depan sebenarnya sangat bagus. Memang kalau kita lihat, dari 2021 ke 2022 sebenarnya perkembangan EV sudah 1.000 persen,” katanya.
Dian membahas lebih jauh terkait pertumbuhan pasar kendaraan listrik di Tanah Air yang terbilang subur. Dia menyebutkan, dalam waktu kurang dari 5 tahun, pangsa pasar EV mencapai 2 persen. Angka ini menunjukkan pertumbuhan yang gesit, bahkan jika dibandingkan dengan China.
“Pertumbuhan pangsa pasar di Indonesia eksponensial dibandingkan dengan Tiongkok pada saat masa-masa pertama kali kendaraan listrik hadir, yakni membutuhkan waktu lima tahun untuk mencapai satu persen,” ucap Dian.
Menurutnya, permintaan pasar dan dukungan pemerintah menjadi faktor pendorong pasar EV di Tanah Air. Bahkan, imbuhnya, pengembangan kendaraan listrik di Indonesia kini lebih mudah karena bisa mencontoh rekam jejak negara lain, seperti Tiongkok yang ekosistemnya lebih mapan.
“Sangat memungkinkan pasar kendaraan listrik di Indonesia tumbuh masif,” tutur Dian.