Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyampaikan terdapat 99 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara yang berpotensi untuk ikut perdagangan karbon.
Dia menjelaskan berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terdapat 99 PLTU berbasis batu bara yang berpptensi ikut perdagangan karbon. Menurutnya, jumlah ini setara dengan 86 persen dari total PLTU batu bara yang beroperasi di Indonesia.
"Harapan kami agar PLTU dapat mulai bertransaksi dalam bursa karbon tahun ini juga," kata Mahendra dalam Peluncuran Bursa Karbon di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (26/9/2023).
Dia melanjutkan, selain dari subsektor pembangkit tenaga listrik, perdagangan karbon juga akan diramaikan oleh sektor kehutanan, pertanian, limbah, minyak dan gas, industri umum, dan sektor kelautan.
Mahendra juga menuturkan Bursa Karbon Indonesia akan menjadi Bursa Karbon besar dan terpenting di dunia karena volume maupun kearagaman unit karbon yang akan diperdagangkan dan kintribusnya kepada pengurangan emisi karbon nasional maupun dunia.
"Hari ini kita memulai sejarah dan awal era baru itu," ucap Mahendra.
Baca Juga
Lebih lanjut, kata dia, perdagangan karbon di awal akan dilakukan secara bertahap dengan memastikan unit karbon yang berkualitas, dimulai dari emisi ketenagalistrikan, dan kehutanan dari sisi voluntary market.
Ke depan, ucapnya salah satu instrumen yang akan mendukung pasar karbon adalah melalui pajak karbon. Implementasi pajak karbon ini menurut Mahendra akan dilakukan secara prudent.
Sebelumnya, menurut data dari Boston Consulting Group (BCG), potensi NBS Indonesia sebesar 1,4 GtCO2e per tahun, sehingga diperkirakan pasar kredit karbon sukarela Indonesia dapat mencapai nilai Rp60-Rp85 triliun pada tahun 2030.
Berdasarkan pemberitaan bisnis sebelumnya, sederet BUMN pada tahun lalu menandatangani perjanjian Proyek Pilot Perdagangan Karbon Kementerian BUMN Voluntary Carbon Market (KBUMN VCM) yang diteken bersamaan dengan acara State Owned Enterprise (SEO) International Conference di Bali.
BUMN yang menandatangani perjanjian itu adalah PT Pupuk Indonesia, Perum Perhutani, PT Inalum, PT PLN, PT Perkebunan Nusantara (PTPN), PT Pertamina, PT Semen Indonesia, dan PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI).
Sementara itu, inisiasi perdagangan karbon tahun ini bakal menyasar pada 99 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara yang berasal dari 42 perusahaan dengan total kapasitas terpasang 33.569 megawatt (MW).
Adapun, perdagangan karbon mandatori tahun ini dilakukan untuk PLTU yang terhubung ke jaringan tenaga listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN dengan kapasitas lebih besar atau sama dengan 100 MW.
Nilai transaksi perdagangan karbon subsektor pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) tahap satu pada 2023 diperkirakan dapat menembus US$9 juta atau setara dengan Rp136,8 miliar, asumsi kurs Rp15.209 per dolar AS.
Estimasi nilai transaksi itu berasal dari alokasi karbon yang berpotensi diperdagangkan secara langsung antar perusahaan pembangkit sebesar 500.000 ton CO2e pada tahun ini. Potensi sisa kuota karbon yang diperdagangkan itu diperoleh dari rekapitulasi emisi sepanjang tahun lalu sebesar 20 juta ton CO2e.