Bisnis.com, JAKARTA - Bank Sentral Amerika Serikat Federal Reserve akan melakukan pertemuan FOMC pada 19-20 September 2023. Analis melihat terdapat peluang penguatan terhadap saham-saham berkapitalisasi pasar besar.
Head of Research InvestasiKu (Mega Capital Sekuritas) Cheril Tanuwijaya menjelaskan keputusan FOMC Meeting The Fed maupun Rapat Dewan Gubernur BI pekan ini telah diperkirakan oleh mayoritas pelaku pasar. Menurut Cheril, mayoritas pelaku pasar memperkirakan suku bunga tidak akan naik pada pertemuan tersebut.
"Tetapi yang dicermati pelaku pasar adalah komentar dari berbagai bank sentral, sehingga pelaku pasar saat ini masih bersikap wait and see," kata Cheril kepada Bisnis, Senin (18/9/2023).
Namun, lanjutnya, di antara berbagai bank sentral, keputusan moneter yang paling dicermati adalah kebijakan Bank Sentral AS yang merupakan negara ekonomi nomor satu dunia.
Menurutnya, IHSG bisa ditutup harian di atas level 7.000 jika The Fed membuat komentar yang dovish, dan tidak membuat kebijakan yang mengejutkan pasar.
Cheril juga mencermati, terdapat saham-saham yang akan merespon secara signifikan terhadap hasil pertemuan FOMC ini. Saham-saham tersebut menurutnya adalah saham big cap dari sektor perbankan yang menjadi pilihan utama big money dan investor asing untuk masuk ke bursa saham Indonesia.
Baca Juga
"Selain itu sektor teknologi dan bank digital akan merespon lebih dulu karena sensitif dengan kebijakan suku bunga," ucapnya.
Sebagai informasi, hingga pekan kedua September 2023, saham-saham bank berkapitalisasi pasar besar seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), dan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) menghuni daftar saham top laggard yang memberatkan laju IHSG sepanjang bulan ini.
Sebelumnya, CEO Edvisor Profina Visindo Praska Putrantyo menuturkan koreksi pada saham-saham berkapitalisasi pasar besar, khususnya di sektor keuangan terjadi karena aksi profit taking investor.
Menurut Praska investor mengambil keuntungan setelah semua saham perbankan besar tersebut mencetak rekor tertinggi yang didukung kinerja keuangan yang solid di semester I/2023.
"Aksi profit taking di sektor keuangan juga didorong oleh momentum pembagian dividen tunai," ucap Praska, Senin (18/9/2023).
Sementara itu, penurunan saham pada sektor perindustrian seperti yang terlihat di saham PT Astra International Tbk. (ASII) menurutnya terjadi setelah kinerja keuangan emiten holding ini melambat di semester I/2023. Perlambatan ini terutama terjadi pada anak usaha ASII yang berbasis komoditas.
"Untuk saham GOTO, investor masih bersikap wait and see meskipun kinerja bertumbuh signifikan dibanding periode sama tahun lalu, tetapi GOTO masih tetap mencatat rugi bersih," ujar Praska.
__________________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.