Bisnis.com, JAKARTA - Mata uang rupiah yang kembali tergelincir di Rp15.327 per dolar AS pada akhir pekan lalu disebut belum berdampak besar kepada sejumlah emiten di sektor tambang dan farmasi.
Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy menjelaskan emiten-emiten yang sensitif tentunya sudah mengantisipasi fluktuasi rupiah di kisaran Rp15.000. Dengan demikian, lanjutna, kondisi saat ini belum berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan mereka.
“Selama rupiah tidak jatuh melemah melebihi Rp15.500, masih tidak terlalu menguntungkan atau menekan kinerja keuangan emiten,” kata Budi kepada Bisnis, Minggu (10/9/2023).
Budi memprediksi rupiah akan berada di level Rp15.000 hingga akhir tahun dengan ditopang oleh kebijakan hilirisasi SDA yang tertuang dalam PP No. 36/2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Eksploitasi, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan SDA.
Sementara itu, kebijakan Bank Indonesia menerbitkan instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang disebut akan menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS belum mampu mengerek rupiah kembali ke posisi Rp14.000.
“Saya pikir sulit [ke level Rp14.000], bisa menguat ke Rp14.800 saja sudah bagus,” katanya.
Baca Juga
Meski tidak berdampak signifikan terhadap emiten, rupiah yang melemah justru tidak baik untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Budi mengatakan rupiah yang melemah menahan IHSG menembus 7.000.
“Jika kurs di bawah Rp15.000, wajarnya IHSG sudah di atas 7.000,” jelasnya.
Terpisah, Head of Investor and Public Relation RMK Energy (RMKE) Julius Caesar Samorsir mengaku fluktuasi mata uang baik rupiah maupun mata uang asing tidak akan berdampak signifikan terhadap perseroan.
Hal tersebut karena pencatatan laporan keuangan menggunakan mata uang rupiah. Adapun seluruh transaksi yang terjadi di RMKE menggunakan mata uang rupiah.
“Namun penjualan batu bara menggunakan harga on the spot. Dengan harga on the spot ini sebenarnya ASP kita sudah tercermin dengan harga market di internasional [mengacu US$],” kata Julius, Minggu (10/9/2023).
Laporan keuangan RMKE semester I/2023 juga menyebutkan hasil operasi grup RMKE tergantung pada jasa logistik batu bara dan perdagangan batu bara. Harga jual batu bara didasari atau dipengaruhi oleh harga batu bara global, yang memiliki kecenderungan untuk selalu berubah-ubah dan dapat berfluktuasi naik atau turun.
Transaksi dalam mata uang asing dicatat ke dalam rupiah berdasarkan kurs yang berlaku pada saat transaksi dilakukan.
RMKE dalam laporan keuangannya mencatatkan kerugian kurs mata uang asing sebesar Rp3,14 miliar sepanjang semester I/2023. Kerugian tersebut berbanding terbalik dengan periode yang sama tahun sebelumnya, di mana RMKE mencatatkan keuntungan dari kurs sebesar Rp2,44 miliar.
Kondisi tersebut membuat pos pendapatan lain-lain yang tahun sebelumnya sebesar Rp3,68 miliar menjadi beban sebesar Rp2,58 miliar di periode saat ini.
Meski demikian, laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk meningkat dari sebelumnya sebesar Rp141,80 miliar menjadi Rp200,56 miliar. Kenaikan tersebut ditopang oleh pertumbuhan pendapatan, pertumbuhan penghasilan keuangan dan turunnya beban keuangan.