Bisnis.com, JAKARTA — Emiten angkutan batu bara, PT RMK Energy Tbk. (RMKE) buka suara untuk mengklarifikasi terkait isu perseroan dan anak usahanya, PT Truba Bara Banyu Enim (TBBE) yang diduga melakukan aktivitas penambangan ilegal (illegal mining).
Direktur Operasional RMKE, William Saputra mengatakan, perseroan bergerak di bidang jasa logistik batu bara, dan tidak bergerak di bidang usaha pertambangan. Dia bilang, RMKE dan anak usaha menjalankan usahanya dengan izin operasional yang sah dan diterbitkan oleh pihak berwenang.
"Dugaan illegal mining yang ditujukan kepada perseroan adalah tidak benar. RMKE adalah perusahaan jasa logistik batu bara yang terintegrasi dengan jalur kereta di Sumatra Selatan," ujar William dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis, Rabu, (30/8/2023).
Dia menjelaskan, PT Truba Bara Banyu Enim merupakan anak usaha RMKE yang bergerak bergerak di bidang pertambangan batu bara dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi dengan Nomor SK 687/KPTS/TAMBEN/2011 yang berlaku hingga 22 November 2031.
RMKE mengklaim semua kegiatan operasional TBBE berada di lokasi IUP di Kecamatan Gunung Megang dan Benakat, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatra Selatan dengan total luas area pertambangan 10.220 hektare.
William mengatakan, objek dugaan tambang ilegal yang dimaksud adalah sebagian kecil area tambang TBBE yang berada di Jalan Pramuka Gunung Megang, baru diketahui adalah milik Pemerintah Daerah. Pada tahun 2020, TBBE melakukan pembelian lahan seluas 2.400 m2 dan telah dijamin oleh kepala desa keabsahannya.
Baca Juga
"Namun, tanah tersebut masih belum diterbitkan sertifikat sehingga perseroan tidak dapat melakukan pengecekan ke Badan Pertanahan Nasional [BPN] yang mempunyai kewenangan di bidang pertanahan. Dalam hal ini, perseroan tidak mengetahui bahwa jalan tersebut adalah aset milik Pemerintah Daerah sampai dengan dimulainya proses hukum di awal Januari 2023," kata dia.
Terkait dengan proses hukum yang sedang berjalan dan sudah terdapat penetapan tersangka oknum-oknum yang terlibat oleh Kejaksaan Negeri Muara Enim, RMKE mengatakan akan patuh, kooperatif, dan menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum yang sedang berjalan.
"Serta siap untuk bertanggung jawab apabila proses hukum ini telah memiliki keputusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). Perseroan juga telah menitipkan ganti kerugian negara kepada Kejaksaan Negeri Muara Enim," pungkas William.
Duduk Perkara
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Haryadi mengatakan, kasus bermula saat adanya aset pemerintah daerah (Pemda) di Sumatra Selatan yang dijual ke PT Truba Bara Banyu Enim, yang merupakan anak perusahaan dari PT RMK Energy, oleh oknum kepala desa sekitar.
Setelah dilakukan pembelian oleh PT Truba Bara Banyu Enim, Bambang menyebut pihak dari perusahaan bukannya mengurus pengalihan jalan untuk pertambangan, justru mereka langsung melakukan kegiatan penambangan.
Dia mengatakan, jika mengacu kepada Pasal 136 Undang-Undang Minerba, PT Truba Bara Banyu Enim wajib mengalihkan fungsi jalan untuk usaha pertambangan sebelum melakukan kegiatan penambangan.
“Jadi pekerjaan yang dilakukan oleh PT Truba dan PT RMK Energy ini termasuk dalam kategori illegal mining,” kata Bambang di Kompleks DPR, Senayan, Senin (28/8/2023).
Atas kasus ini sudah terdapat satu orang tersangka, yaitu oknum kades yang menjual tanah kepada dua perusahaan itu, dan dikenakan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Berdasarkan angka dari kejaksaan, kerugian negara atas kasus tersebut sekitar Rp1,8 miliar, namun Bambang menduga nilai kerugiannya lebih dari itu.