Bisnis.com, JAKARTA - Persaingan emiten menara telekomunikasi seperti MTEL, TBIG dan TOWR diperkirakan bakal saling beradu kuat di bisnis serat optik atau fiber optic, kendati segmen sewa menara telko masih mendominasi total pendapatan hingga semester I/2023.
Berdasarkan data kompilasi kinerja di semester I/2023, pendapatan PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. (MTEL) naik 11 persen menjadi Rp 4,13 triliun. Segmen bisnis sewa menara dominan hingga 84 persen, sementara jasa konstruksi (termasuk fiber optic solution, technical service assistance, managed service, mechanical electrical solution, dan projek-projek lain) baru 7 persen.
Ke depan, porsi pendapatan tersebut akan berubah sejalan dengan strategi Mitratel yang menjadikan fiber optik sebagai mesin pertumbuhan bisnis baru.
Di sisi lain, PT Sarana Menara Nusantara Tbk. (TOWR) mencetak kenaikan pendapatan 9 persen menjadi Rp 5,78 triliun dengan kontribusi sewa menara sebesar 90 persen. Sumbangan jasa dan lainnya, termasuk jaringan serat optic yakni Rp 445,94 miliar, atau sekitar 7 persen.
Adapun PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG), total pendapatan turun 0,61 persen menjadi Rp 3,28 triliun. Pendapatan terbesar TBIG dari menara telko Rp 3,14 triliun, berkontribusi 96 persen. Sementara sumbangan serat optik hanya 4 persen atau Rp 134 miliar.
Dari sisi aset, Mitratel adalah pemain anyar karena baru memulai ekspansi ke bisnis fiber sejak akhir 2021. Akan tetapi, anak usaha Telkom ini telah menggelar 27.000 kilometer (km) fiber hanya dalam waktu sekitar kurang dari 1 tahun melalui pembangunan organik dan akuisisi aset.
Baca Juga
Analis CGS-CIMB Sekuritas Bob Setiadi dalam laporan risetnya menyebutkan pencapaian ini menunjukkan dua hal.
Pertama, kemampuan dan kecepatan MTEL dalam melakukan ekspansi. Kedua, tingginya kepercayaan mobile network operator (MNO) terhadap kapabilitas MTEL di bisnis ini. “MTEL secara cepat memperkuat posisinya di bisnis fiber dengan 16,6 ribu km di tahun 2022 [10,6 ribu km dari pembangunan organik dan 6 ribu km secara anorganik],” tulisnya dikutip Selasa (15/8/2023).
FTTH adalah jaringan akses yang menghubungkan antara penyedia layanan dengan dengan peralatan yang ada di pelanggan atau customer premises equipment (CPE) dengan memanfaatkan media transmisi jaringan serat optik.
Per Juni 2023, aset serat optik Mitratel tercatat mencapai 27.269 km, termasuk hasil dari akuisisi fiber sepanjang 6.012 km di akhir 2022. Pertumbuhan ini didorong dua hal, pertama ekspansi bisnis TowerCo ke bisnis fiber untuk peningkatan permintaan kapasitas dan perkembangan teknologi 5G. Kedua, bisnis fiber masih punya ruang pertumbuhan bagi operator telko dengan rata-rata pertumbuhan 32 persen dalam 3 tahun terakhir.
Jor-joran Investasi Serat Optik
Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) di 2023 mengungkapkan tingkat penetrasi internet di Indonesia sudah mencapai 78,19 persen atau 215,62 juta dari total populasi 275,77 juta, naik dari 2022 hanya 77,02 persen yakni 210 juta penduduk. Di sisi lain, Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel), baru 30 persen wilayah Indonesia yang terlayani jaringan fiber optik.
Oleh sebab itu, operator telekomunikasi mulai berlomba menggelar serat optik untuk menopang implementasi 5G yang membutuhkan konektivitas berkecepatan tinggi. MTEL pun termasuk royal dengan membelanjakan sebagian dana hasil IPO untuk akuisi aset fiber.
MTEL mengalokasikan belanja modal (capex) tahun ini menembus Rp 7 triliun, termasuk rencana pembangunan fiber optic 13.000 km. Pasalnya, Direktur Utama Mitratel Theodorus Ardi Hartoko menuturkan akuisisi ini merupakan usaha Mitratel untuk memantapkan posisi sebagai konsolidator infrastruktur telekomunikasi (menara dan fiber) utama di Indonesia.
Merujuk pada data yang dihimpun Bisnis, belanja modal Mitratel pada 2023 tercatat sebesar Rp7 triliun atau lebih tinggi 16,6 persen dibandingkan dengan 2022 yang sebesar Rp6 triliun.
Direktur Investasi Mitratel Hendra Purnama mengatakan Mitratel senantiasa untuk tetap selektif dan berhati-hati dalam menggunakan anggaran capital expenditure (capex) yang ada.
“Adapun penggunaan capex tersebut tidak terlepas hanya pada menara telekomunikasi tetapi juga pada sejalan optik. Hal ini sejalan dengan cita-cita Kami untuk menjadi perusahaan infrastruktur digital,” kata Hendra kepada Bisnis, Rabu (19/4/2023).
JIka MTEL menyiapkan total Rp 7 triliun, TOWR juga tak mau kalah kendati secara capex tidak sebesar anak usaha Telkom ini. Dalam Deep Talk with SMN yang digelar Phillip Sekuritas (9/8/2023), Wakil Direktur Utama TOWR Adam Ghifari, menegaskan pihaknya akan memperkuat segmen FTTT dengan anggaran Rp3 triliun untuk membangun fiber optic dalam 2 tahun ke depan.
Menurut dia, permintaan segmen fiber optic sedang bertumbuh, sementara permintaan sewa menara cenderung tidak banyak. Saat ini, katanya, industri telekomunikasi lebih membutuhkan fiber optik ketimbang menara. “Kontrak di fiber optik tidak bisa dibatalkan dan merupakan kontrak jangka panjang, sehingga punya peluang utilisasi lebih tinggi," katanya.
Adapun TBIG mengalokasikan capex Rp3 triliun untuk menambah menara hingga jaringan fiber optic. “Capex sudah terserap sebesar Rp 750 miliar di kuartal satu ini untuk membangun 165 menara, 143 kolokasi serta fiber optic untuk menghubungkan menara kami,” kata Direktur Keuangan TBIG Helmy Yusman Santoso, dalam Paparan Publik, Rabu (31/5/2023).