Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah calon emiten dengan potensi nilai initial public offering (IPO) triliunan rupiah tertunda pada 2023. Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan minat pencatatan saham oleh perusahaan dengan aset besar tetaplah tinggi terlepas dari fenomena tersebut.
Dalam catatan Bisnis, PT Bank BPD Sumatera Utara Tbk. (BSMT) atau Bank Sumut yang sempat mengumumkan rencana IPO pada awal 2023. Dalam prospektus yang disampaikan perusahaan, Bank Sumut berencana menawarkan 2,93 miliar saham baru dengan potensi dana IPO mencapai Rp1,49 triliun.
Namun, manajemen kala itu memutuskan untuk menunda pelaksanaan IPO dengan pertimbangan kondisi pasar saham yang berpengaruh pada potensi serapan pasar.
Menyusul Bank Sumut, Kementerian BUMN mengumumkan bahwa rencana IPO anak usaha PT Pertamina (Persero), PT Pertamina Hulu Energi (PHE), ditunda dari rencana awal untuk melantai tahun ini.
Wakil Menteri I BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengemukakan penundaan IPO ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan dinamika pasar dan harga minyak. Dia mengemukakan aksi korporasi PHE di BEI harus menunggu waktu yang tepat, terutama dalam rangka meningkatkan nilai jual PHE sebelum melakukan aksi go public.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengemukakan antrean IPO perusahaan dengan aset besar di atas Rp250 miliar tetap tinggi. Per 28 Juli 2023, terdapat 11 perusahaan skala besar yang masih mengantre untuk mencatatkan sahamnya di BEI.
Baca Juga
“Dari sisi aset besar masih ada. Saya sampaikan dari sisi aset karena ini adalah dasar dari sizing, sementara berdasarkan dana yang digalang akan saya sampaikan,” kata Nyoman, Rabu (2/8/2023).
Nyoman tidak menjawab secara langsung ketika ditanya lebih lanjut soal antrean BUMN untuk IPO. Sejauh ini, beberapa anak usaha BUMN yang telah mengemukakan rencana untuk IPO adalah PT Pupuk Kalimantan Timur dan Palm Co yang merupakan subholding perkebunan sawit Holding PTPN III (Persero).
Terpisah, Corporate Communication Holding PTPN III (Persero) Dahlia Mutiara Chairuman menyatakan bahwa PTPN tengah fokus pada program strategis integrasi PTPN melalui pembentukan subholding Palm Co dan Supporting Co. Dia mengindikasikan bahwa aksi penggalangan dana akan menyesuaikan jadwal pembentukan subholding tersebut.
“Sehingga rencana corporate action berikutnya menunggu pembentukan subholding tersebut,” kata Dahlia.
Dia melanjutkan bahwa prospek harga sawit sampai akhir tahun cukup baik. Hal ini didasarkan pada kondisi permintaan yang cukup positif dari segmen pangan dan energi. Namun dia tidak memungkiri bahwa sektor industri sawit masih menghadapi sejumlah tantangan dan risiko di pasar.
“Tantangan ketidakpastian situasi akibat ancaman perang Rusia dan Ukraina masih membayangi dan juga pengaruh iklim yang bisa mempengaruhi produksi minyak nabati pada negara-negara produsen. Melihat kondisi tersebut diperkirakan harga minyak sawit mentah di kisaran US$830 sampai dengan US$930 per ton,” paparnya.