Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inflasi AS Melandai, Ini Dampaknya ke Pasar Saham dan Obligasi RI

Melandainya inflasi AS untuk bulan Juni 2023 menjadi angin segar terhadap pasar saham dan obligasi Indonesia.
Pegawai mengamati layar yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (27/10/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha
Pegawai mengamati layar yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (27/10/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Inflasi Amerika Serikat (AS) pada Juni 2023 melandai ke level 3 persen atau mendekati target Federal Reserve yakni 2 persen. Hal itu menjadi angin segar terhadap pasar saham dan obligasi Indonesia.

Dari pasar saham, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,03 persen ke level 6.810,21 pada perdagangan hari ini, Kamis, (13/7/2023).

Sementara itu, dari pasar obligasi, imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) 10 tahun stabil pada level 6,26 persen.

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilanus Nico Demus mengatakan turunnya inflasi AS menjadi harapan baru bahwa kenaikan suku bunga The Fed lebih terbatas, dan menjadi dampak positif bagi Indonesia.

Menurutnya, ketika kenaikkan tingkat suku bunga menjadi terbatas, ada potensi tingkat suku bunga akan turun. Ketika tingkat suku bunga turun, tingkat suku bunga Bank Indonesia juga akan bereaksi, membuat pelaku pasar dan investor akan mulai mencoba untuk kembali berinvestasi di aset-aset yang berisiko seperti saham.

"Namun ingat, kenaikan IHSG bukan berarti juga hanya semata-mata karena turunnya inflasi Amerika. Banyak faktor juga yang mempengaruhinya. Tapi memang benar, ketika inflasi turun, tingkat suku bunga turun, maka investasi menjadi jauh lebih menarik," ujar Nico kepada Bisnis pada Kamis, (13/7/2023).

Di lain sisi, pasar obligasi juga mendapat angin segar dari inflasi AS. Dia bilang, penurunan tingkat suku bunga akan mendorong imbal hasil obligasi bergerak turun, yang dimana akan mendorong kenaikkan harga.

"Oleh sebab itu, harga obligasi justru berpotensi mengalami kenaikan tatkala inflasi menurun. Hal tersebut sudah tercemin kemarin dan hari ini, akibat ekspektasi turunnya inflasi. Dampak yang dihasilkan tentu positif, yang memberikan harapan bagi pergerak pasar di emerging market kedepannya," jelasnya.

Adapun pada Juni 2023, inflasi konsumen AS hanya naik sekitar 0,2 persen atau kurang 0,1 persen dari estimasi kenaikan yang telah ditetapkan yakni sebesar 0,3 persen. Angka tersebut menjadi kenaikan terkecil pada tingkat bulanan sejak Agustus 2021 lalu.

Senada, Chief Investment Officer Sinarmas Asset Management Genta Wira Anjalu mengatakan, seiring suku bunga The Fed yang diperkirakan akan mencapai puncaknya, maka akan berdampak positif bagi pasar obligasi dan saham.

Meskipun begitu, menurutnya inflasi AS yang masih di atas target 2 persen kemungkinan tidak akan membuat The Fed menurunkan suku bunga, sehingga kenaikan pasar saham dan obligasi diperkirakan terbatas untuk saat ini.

Perlu dicatat, baik saham maupun obligasi merupakan aset investasi yang perlu disesuaikan dengan profil risiko dan tujuan investasi dari masing-masing investor.

Oleh sebab itu, menurutnya investor perlu merancang strategi diversifikasi aset untuk memaksimalkan kinerja portofolio.

"Di pasar obligasi, strategi tersebut dapat diterapkan dengan berinvestasi di reksa dana berbasis obligasi yang memiliki komposisi portofolio obligasi yang terdiversifikasi di berbagai sektor," kata Genta kepada Bisnis.

Landainya inflasi AS menjadi sentimen positif pada pasar obligasi baik obligasi korporat dan obligasi pemerintah, selain itu pergerakan harga obligasi juga cenderung lebih stabil di tengah kondisi pasar yang masih berfluktuasi.

"Sementara itu di pasar saham dapat dilakukan dengan membeli reksa dana yang melakukan strategi aktif maupun pasif yang mengacu kepada indeks yang berisi emiten–emiten yang memiliki performa keuangan baik di sektor tersebut seperti indks sri-kehati," jelasnya.

Menurut Genta, perhatian investor selanjutnya akan tertuju pada pertemuan The Fed pada Juli 2023 di mana saat ini pasar memiliki ekspektasi bahwa The Fed akan kembali menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin.

"Selain besarnya kenaikan suku bunga, pasar akan sangat memperhatikan komentar The Fed mengenai inflasi dan data tenaga kerja AS yang akan menjadi preseden dan petunjuk untuk kebijakan The Fed di masa depan," pungkas Genta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Editor : Ibad Durrohman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper